Senin, 21 Maret 2016

Bahan Pengawet Makanan Alami

Pengawet Makanan Alami
                
Proses pengawetan alami pada umumnya telah banyak dilakukan masyarakat seperti proses penggaraman, pendinginan, pengeringan, pengalengan, dan penyinaran. Beberapa proses ini umumnya bersifat alami sehingga aman dan tidak menimbulkan efek yang buruk bagi kesehatan manusia. Produk pengawet ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya bahan baku yang mudah diperoleh, proses yang sederhana, waktu proses yang singkat serta tidak menggunakan bahan kimia dalam pembuatannya.
Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut produk makanan dan minuman yang serba praktis, tahan lama dan memiliki tampilan menarik. Solusi yang dilakukan industri pangan adalah menambahkan bahan pengawet agar kualitas produk meningkat dan tahan lama. Sebenarnya ada cara aman dan sehat dalam mengawetkan makanan, yaitu mengawetkan makanan secara alami.
Mengenal Jenis Pengawet Makanan
Kualitas makanan ditentukan oleh cita rasa, tekstur, warna dan nilai gizi. Untuk meningkatkan kualitas mutu nilai pangan, pengawetan makanan bisa meningkatkan kualitas produk makanan. Seperti pada tujuan menambahkan pengawet makanan adalah memperpanjang daya simpan dengan cara mencegah pertumbuhan mikroorganisme pembusuk.
Pengawet makanan digolongkan menjadi dua, pertama pengawet alami yang bisa diperoleh dari bahan makanan segar seperti bawang putih, gula, garam dan asam. Golongan kedua adalah pengawet sintetis. Pengawet ini merupakan hasil sintesis secara kimia. Bahan pengawet sintetis mempunyai sifat lebih stabil, lebih pekat dan penggunaannya lebih sedikit. Kelemahan pengawet sitetis adalah efek samping yang ditimbulkan. Pengawet sintetis dipercaya bisa menimbulkan efek negatif bagi kesehatan, seperti memicu pertumbuhan sel kanker akibat senyawa karsinogenik dalam pengawet. Contoh dari pengawet sintetis adalah nastrium benzoat, kalium sulfit dan nitrit. Penambahan pengawet alami jauh lebih baik karena dampak buruknya terhadap kesehatan lebih kecil.
Selain bahan pengawet di atas, masih ada jenis pengawet alternatif yang diperoleh dari bahan pangan segar seperti bawang putih, gula pasir, asam jawa dan kluwak. Bahan-bahan ini dapat mencegah perkembangbiakan mikroorganisme pembusuk. Mari kita kenali satu persatu masing-masing jenis pengawet alami:
1.     Garam Dapur

Garam dapur adalah senyawa kimia Natrium chlorida (NaCl). Garam dapur merupakan bumbu utama setiap masakan yang berfungsi memberikan rasa asin. Selain meningkatkan cita rasa garam juga berfungsi sebagai pengawet. Sifat garam dapur adalah higroskopis atau menyerap air, sehingga adanya garam akan menyebabkan sel-sel mikroorganisme mati karenadehidrasi.Garam dapur juga dapat menghambat dan menghentikan reaksi autolisis yang dapat mematikan bakteri yang ada di dalam bahan pangan.Penggunaan garam sebagai pengawet biasanya dikenal dengan istilah penggaraman, seperti yang dilakukan pada proses pembuatan ikan asin, telur asin, atau asinan sayuran dan buah. Cara penggunaanya sangat sederhana, tinggal menambahkan garam dalam jumlah tinggi ke dalam bahan pangan yang akan diawetkan.

2.     Gula Pasir

Gula pasir adalah butiran menyerupai kristal yang merupakan hasil pemanasan dan pengeringan sari tebu atau bit. Anda tentu sudah tahu bentuk gula pasir, yaitu butiran berwarna putih yang tersusun atas 99.9% sakarosa murni. Selain dijual dalam bentuk butiran, gula pasir juga dijual dalam bentuk tepung, populer dengan sebutan gulahalus.Gula pasir biasanya ditambahkan ke dalam makanan dan minuman untuk memberikan rasa manis. Namun selain memberikan rasa, gula pasir juga berfungsi sebagai pengawet. Sama halnya dengan garam, sifat gula pasir adalah higroskopis atau menyerap air sehingga sel-sel bakteri akan dehidrasi dan akhirnya mati.Penggunaan gula sebagai pengawet, lazim disebut dengan istilah penggulaan. Penggunaanya bisa ditaburkan atau dicampur dan dilarutkan dengan bahan makanan atau minuman yang akan diawetkan. Contoh produk yang diawetkan dengan penggulaan adalah manisan, selai, dodol, permen, sirup dan jeli

3.     Cuka

Cuka adalah produk hasil fermentasi dari bakteri acetobacter. Banyak jenis cuka beredar di pasaran, seperti cuka apel, cuka hitam, cuka aren dan cuka limau. Masing-masing cuka ini diperoleh dari bahan dasar fermentasi yang berbeda. Adalagi satu jenis cuka yang sering digunakan untuk memasak yang disebut juga cuka masak. Cuka jenis ini adalah cuka sintetis/kimiawi dengan rasa asam yang sangat kuat.Biasanya cuka mengandung asam asetat 98%.Selain memberikan rasa asam pada masakan dan minuman, cuka juga bisa digunakan sebagai bahan pengawet. Produk yang biasanya diawetkan dengan cuka adalah acar, kimchi, jelly dan minuman. Penggunaanya disesuaikan dengan jenis produk yang diawetkan. Selain meningkatkan daya simpan, cuka juga dapat mempertahankan warna atau mencegah reaksi browning/pencokelatan pada buah dan sayuran. Dengan penambahan cuka, sayuran dan buah akan lebih bertahan warnanya.

4.     Bawang Putih
Bawang putih (Allium sativum) merupakan bumbu dapur yang sangat populer. Aroma dan rasanya yang khas, dapat memberikan citarasa lezat dan harum pada masakan. Selain sebagai bumbu dapur, bawang putih ternyata sangat efektif sebagai pengawet. Hal ini desebabkan karena bawang putih dapat menghambat pertumbuhan khamir dan bakteri. Kandungan allicin di dalam bawang putih sangat efektif mematikan bakteri gram positif dan gram negatif.Bawang putih juga bersifat antimikroba E.coli, Shigella sonnei, Staphylococcus sureus dan Aerobacter aerogenes. Manfaat lainya adalah dapat mengurangi jumlah bakteri aerob, kaliform dan mikroorganisme lainya sehingga bahan makanan yang ditambahkan bawang putih akan lebih awet. Penggunaannya mudah. Tambahkan bawang putih ke dalam potongan daging atau ikan dan simpan di dalam freezer. Dengan cara ini daging atau ikan bisa bertahan 20 hari.
5.     Kepayang/kluwek/keluwek/keluak/kluak atau Picung/Pucung.
Selain sebagai bumbu dan pemberi warna, kluwak (Pangium edule Reinw) juga bisa digunakan sebagai pengawet. Pohon tanaman ini memiliki tinggi hingga 40 m dengan diameter batang 2,5 m. Jika melihat uraian diatas, maka dapat dikatakan tanaman ini tumbuh tersebar luas hampir di seluruh Nusantara. Kepayang mulai berbuah di awal musim hujan pada umur 15 tahun dengan jumlah 300 biji di setiap pohonnya.Tanaman ini telah lama digunakan sebagai bahan pengawet ikan. Untuk dapat memanfaatkannya sebagai pengawet, biji dicincang halus dan dijemur selama 2-3 hari. Hasil cincangan tanaman ini kemudian dimasukkan ke dalam perut lkan laut yang telah dibersihkan isi perutnya.
Cincangan biji Kepayang memiliki efektivitas sebagai pengawet ikan hingga 6 hari . Khusus untuk pengangkutan jarak jauh, tanaman ini dicampur garam, dengan perbandingan 1 bagian garam dan 3 bagian biji Kepayang.Pohon picung atau kluwak (jawa) banyak tersebar di seluruh nusantara. Selain sebagai bumbu masak dapur, biji buah picung juga bisa dimanfaatkan sebagai pengawet alami ikan segar. Kombinasi 2 % biji buah picung dan 2% garam dari total berat ikan telah mampu mengawetkan ikan kembung segar selama 6 hari tanpa merubah mutu. Normalnya, ikan kembung segar yang disimpan di suhu kamar tanpa penambahan picung atau es hanya bisa bertahan 6 jam. Lebih dari itu, ikan tersebut akan busuk dan rusak.
Hasil penelitian R.A Hangesti Emi Widyasari, mahasiswa S2 Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pasca Sarjana IPB ini merupakan terobosan dalam mengatasi kesulitan pemerolehan dan menekan harga es batu. Disamping menghindari penggunaan larutan formalin yang berbahaya bagi kesehatan manusia.Seorang nelayan untuk mempertahankan mutu ikan hasil tangkapannya membutuhkan es batu minimal 1 : 1 berat ikan segar. Bila ikan yang ditangkap 50 kg, maka nelayan membutuhkan es batu minimal 50 kg pula. Namun dengan memanfaatkan cacahan biji buah picung, nelayan hanya membutuhkan 1 kg cacahan biji buah picung untuk 50 kg ikan segar.
6.     Pengeringan
Selain menggunakan bahan pangan alami, pengawetan bahan pangan juga bisa dilakukan dengan metode pengeringan. Pengeringan adalah cara pengawetan bahan makanan paling praktis, aman, murah dan sehat. Hampir semua bahan pangan baik sayuran, buah, kacang-kacangan hingga daging dapat diawetkan dengan metode pengeringan. Tujuannya adalah mengurangi sebagian air dalam bahan pangan hingga 10-15 % sehingga mikroorganisme pembusuk tidak dapat hidup.Metodenya bisa dengan cara pengeringan menggunakan sinar matahari maupun panas oven. Bahan pangan yang dikeringkan seperti ubi, sayuran dan buah diiris tipis-tipis kemudian dijemur atau dioven dalam suhu rendah (di bawah 40 derajat celcius) hingga kering. Selanjutnya bahan pangan tinggal disimpan di tempat yang sejuk, kering dan tertutup rapat. Bahan pangan yang dikeringkan biasanya bertahan hingga 1 bulan.
7.     Karagenan
Keragenan adalah bahan alami pembentuk gel yang dapat digunakan untuk mengenyalkan bakso dan mie basah sebagai bahan alternatif yang aman pengganti borax. Karagenan dihasilkan dari rumput laut Euchema sp yang telah dibudidayakan di berbagai perairan Indonesia. Dijelaskannya bahwa setiap 1 kilogram bakso membutuhkan 0,5 – 1,5 gram karagenan untuk mengenyalkannya. Di pasaran 0,5 – 1,5 gram karagenan dijual dengan harga Rp750 sampai Rp900. Karagenan dalam industri sering dijadikan bahan campuran kosmetik, obat-obatan, es krim, susu, kue, roti dan berbagai produk makanan. 
8.     Gambir
Tanaman gambir (Uncariae Romulus et Uncus) di Indonesia daun dan getahnya digunakan untuk bahan kelengkapan untuk menyirih. Tanaman yang termasuk keluarga Rubiaceae ini juga sering digunakan untuk obat luka bakar, sakit kepala, diare, disentri, sariawan, dan sakit kulit, serta bahan penyamak kulit dan bahan pewarna tekstil.Secara alami para produsen makanan sering menggunakan tanaman yang daunnya berbentuk bujur sangkar dengan permukaan licin ini untuk pengawet makanan. Pasalnya, dalam daun ini terdapat sebuah kandungan katekin yang dapat mengawetkan makanan dari kerusakan akibat mikroorganisme dan degradasi reaksi oksidasi (penyebab basi).
9.     Kitosan
Kitosan atau chitosan dihasilkan dari chitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Perbedaan antara kitin dan kitosan adalah pada setiap cincin molekul kitin terdapat gugus asetil (-CH3-CO) pada atom karbon kedua, sedangkan pada kitosan terdapat gugus amina (-NH). Kitosan dapat dihasilkan dari kitin melalui proses deasetilasi yaitu dengan cara direaksikan dengan menggunakan alkali konsentrasi tinggi dengan waktu yang relatif lama dan suhu tinggi.Chitosan adalah biopolimer yang mempunyai keunikan yaitu dalam larutan asam, kitosan memiliki karakteristik kation dan bermuatan positif, sedangkan dalam larutan alkali, kitosan akan mengendap.
10.  Wortel

Wortel mengandung antioksidan yakni betakaroten yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Caranya cukup mudah, wortel diblender, lalu diperas. Senyawa betakaroten menjadi antioksidan untuk mencegah dan menghambat ketengikan makanan yang diakibatkan udara dan mikroorganisme.

11. Lidah Buaya

Daging lidah buaya yang berupa gel bekerja melalui kombinasi dari beberapa mekanisme. Gel, yang sebagian besar terdiri dari polisakarida, berperan menghalangi kelembaban dan oksigen yang dapat mempercepat pembusukan makanan. Tetapi gel juga meningkatkan keamanan pangan. Gel lidah buaya mengandung beragam antibiotik dan anti cendawan yang berpotensi memperlambat atau menghalangi mikroorganisme yang mengakibatkan keracunan makanan pada manusia karena makanan yang sudah membusuk.
Metode pengawetan makanan baik yang alami atau yang buatan akan mempengaruhi kualitas gizi yang terkandung, terutama vitamin dan mineral – zat gizi yang mudah rusak jika diawetkan dalam jangka waktu lama. Oleh karena itu, mengkonsumsi bahan pangan segar adalah cara terbaik untuk mendapatkan asupan nutrisi optimal.



Senin, 25 Januari 2016

Tugas KKPI Pengawasan Mutu Noodle "Migelas"

PENGAWASAN MUTU NOODLE


Proses produksi “Migelas” terdiri dari beberapa tahap, yaitu pembuatan larutan alkali, mixing, pressing, slitting, steaming, cutting, frying, cooling, packing, dan cartoning.
Pembuatan larutan alkali
 Mixing
Pressing
Slitting
Steaming
Cutting
Frying
Cooling
 Packing
Finish Good

1. Pembuatan larutan alkali
            Larutan alkali merupakan campuran dari beberapa bahan seperti air alkali, CMC, garam, dam emulisifier. Sebelum dimasukkan ke dalam tangki alkali, bahan pembuat larutan alkali harus ditimbang terlebih dahulu sesuai standar PT Dellifood Sentosa Corpindo. Setelah dilakukan penimbangan, semua bahan tersebut dimasukkan ke dalam bak pengaduk dan didalam bak pengaduk semua bahan tersebut akan diaduk rata sehingga menjadi homogen. Setelah itu, larutan alkali dibawa menuju tangki alkali dan didalam tangki alkali larutan alkali juga mengalami pengadukan. Pengadukan didalam tangki alkali selama 30 menit, kemudian larutan alkali dipindahkan kedalam tangki pendingin yang memiliki chiller agar mempertahankan suhu larutan agar berada di suhu max. 19oC. Standar pH untuk larutan alkali adalah 9,5-12. Satu kali pengadukan dalam tangki alkali dapat digunakan untuk 30 batch. Beberapa permasalahan yang mungkin terjadi dalam pembutan larutan alkali adalah timbangan berat formula tidak sesuai dengan standar, produk terkontaminasi, kemasan produk rusak atau sobek, hasil adukan alkali tidak homogen, dan suhu larutan alkali tidak standar (max. 19oC).

2. Mixing
            Mixing adalah proses pembuatan adonan dengan mencampurkan larutan alkali dengan tepung tapioka dan tepung terigu. Tepung terigu yang digunakan ada 2 jenis yaitu terigu medium terigu soft. Tepung yang akan dicampur dengan laturan alkali akan diayak terlebih dahulu dengan menggunakan alat yang bernama shifter dengan ukuran 40 mesh. Shifter harus dicek setiap akhir shift untuk mengetahui keutuhan dari shifter tersebut. Proses mixing dilakukan selama 20 menit. Adonan yang sudah dimixing akan ditampung didalam feeder. Standar moisture content pada adonan adalah 29-34%. Permasalahan yang mungkin terajadi dalam proses mixing adalah adonan tidak homogen dan adonan kering.

3. Pressing
            Adonan yang berada di feeder kemudian diubah menjadi bentuk lembaran  menggunakan roll press. Proses ini berfungsi untuk menghasilkan lembaran yang lembut dan elastis.   Ketebalan adonan berkisar 0,73-0,75 mm untuk produk “Migelas”. Untuk mencapai ketebalan tersebut, ketebalan adonan dicek dengan menggunakan alat thickness guard. Permasalahan yang mungkin terjadi adalah ketebalan adonan tidak sesuai dengan standar, terjadi keretakan pada adonan, dan lembaran yang dihasilkan terdapat lubang-lubang kecil. Untuk menanggulangi masalah tersebut maka diperlukan pengaturan ulang terhadap kerenggangan rol press agar dapat menghasilkan adonan yang sesuai dengan standar PT Dellifood Sentosa Corpindo.

.4. Slitting
            Slitter merupakan alat yang digunakan untuk membuat untaian sehingga menjadi bentuk mie. Pada proses ini, lembaran adonan dibagi menjadi 6 sisir untuk produk “Migelas”. Jumlah untain mie “Migelas” masing-masing line berbeda. Untain mie tiap line berbeda dikarenakan mesin yang dipakai pada tiap line memiliki spesifikasi berbeda-beda. Dalam pembentukan untain mie dapat menghasilkan untaian mie yang kurang bagus, maka dari itu diperlukan dilakukan pengecekan terhadap slitter atau mungkin melakukan penggantian slitter.

5. Steaming
            Lembaran mie yang sudah menjadi untaian mie kemudiam dilanjutkan dengan proses steaming. Pada proses steaming, yang perlu diperhatikan adalah tekanan dan waktu steaming. Tekanan yang digunakan pada proses steaming  adalah 0,15-0,5 km/cm2 dan waktu yang steaming berkisar 2-3,5 menit untuk produk “Migelas”. Pada proses ini berfungsi untuk membuat mie menjadi matang dan menyebabkan terjadinya gelatinisasi. Proses gelatinisasi dapat meningkatka volume pada mie dan membuat ikatan pada mie menjadi kuat sehingga tidak mudah putus. Permasalahan yang sering terjadi adalah mie menjadi terlalu matang atau mie mentah. Mie yang terlalu matang atau mentah dapat di recycle dan digunakan kembali pada proses produksi selanjutnya dengan mencampurkan hasil recycle pada proses mixing.

6. Cutting
            Setelah terbentuk untain mie, maka mie tersebut dipotong dengan menggunakan mesin cutting dan dicetak. Pada saat cutting, kecepatan mesin harus dikontrol yaitu pada kecepatan 79-80 agar mie yang dihasilkan sesuai dengan standar. Berat mie basah juga harus dikontrol yaitu berkisar 31-34 gram untuk produk “Migelas”. Pada mesin cutting terdapat 12 cetakan mie yang berbentuk lingkaran untuk cetakan produk “Migelas”.

7. Frying
            Mie yang sudah dicetak akan menuju proses selanjutnya yaitu frying. Proses frying berlangsung selama 2-3,5 menit dengan menggunakan suhu awal (T1) 142o -160o C dan suhu akhir (T2) 152o – 160o C. kapasitas minyak yang digunakan untuk penggorengan adalah 2500 liter. Agar minyak yang digunakan tidak mudah rusak maka dilakukan penambahan TBHQ. Minyak yang digunakan untuk menggoreng pasti akan berkurang jika digunakan terus-menerus. Penambahan minyak dilakukan setiap 1 jam sebanyak ±100 liter. Untuk menghasilkan produk yang berkualitas baik, penggunaan minyak untuk menggoreng sangat perlu diperhatikan. Area frying dihubungkan dengan 3 tangki minyak yaitu minyak bisa pakai, minyak baru, dan minyak rusak/ rejeck. Pemilihan minyak ditentukan berdasarkan nilai PV dan FFA (free fatty acid). Nilai PV max. 0,5% dan nilai FFA max. 10%. Proses frying  sangat diperlukan karena berfungsi untuk membunuh mikroba dan menurunkan kadar air pada mie sehingga mie dapat bertahan selama 9 bulan. Permasalahan yang mungkin terjadi dalam proses ini adalah terjadi kontaminasi pada mie dan temperatur yang digunakan untuk menggoreng terlalu tinggi atau terlalu rendah sehingga tidak sesuai dengan standar.

8. Cooling
            Mie blok yang sudah mengalami proses frying kemudian  didinginkan dengan menggunakan mesin cooling.Pada proses ini alat yang digunakan adalah fan atau blower. Pada proses ini dilakukan pengecekan terhadap berat mie yaitu 22,5-23,5 gram untuk produk “Migelas”. Proses cooling berfungsi untuk mendinginkan mie blok sebelum dilakukan pengemasan sehingga mikroorganisme tidak tumbuh pada produk. Mie blok yang sudah dilakukan proses cooling akan melewati metal detector yang berfungsi untuk menghindari produk dari bahan logam yang berbahaya.

9. Packing
            Untuk pengemasan “Migelas” menggunakan pengemas yang bernama cello. Ada 3 jenis cello, yaitu inner, outer, dan cello bumbu. Cello inner berfungsi untuk mengemas mie blok. Cello outer berfungsi untuk membungkus “Migelas” dalam kemasan bag. Cello bumbu berfungsi untuk membungkus bumbu untuk “Migelas”. Cello  yang dikirim oleh supplier akan dicek terlebih dahulu sebelum masuk ke gudang PT Dellifood Sentosa Corpindo. Setiap supplier memiliki CoA yang sudah sesuai dengan standar PT Dellifood Sentosa Corpindo. Pengawasan mutu yang dilakukan untuk cello antara lain berat cello, keadaan fisik cello, berbau atau tidak, warna, ketebalan, dan bonding cello. Cello yang sudah melalui pengawasan mutu akan digunakan sebagai pengemas “Migelas”. Sebelum dikemas, dilakukan pengawasan terhadap mie blok agar mie blok yang dikemas tidak mengalami kerusakan seperti mie blok masih basah, terlalu coklat, dan keutuhan mie blok. Bumbu yang yang digunakan untuk “Migelas” langsung dimasukkan kedalam kemasan “Migelas” karena bumbu sudah dikemas dalam kemasan sachet. Bumbu “Migelas” yang akan dikemas perlu dilakukan pengawasan karena mungkin saja dalam sachet tidak berisi bumbu. “Migelas” yang sudah dikemas akan diberi kodifikasi. Dalam satu kemasan “Migelas” berisikan satu mie blok dan 1 sachet bumbu.  
             “Migelas” yang sudah dikemas kemudian dimasukkan kedalam kardus. Satu kardus terdiri dari 12 renceng yang setiap renceng berisi 10pcs “Migelas”. Pada karton juga terdapat kodifikasi. Proses pengartonan menggunakan lakban
10.    Pengawasan Mutu Finish Good

            PT Dellifood Sentosa Corpindo juga menerapkan uji panel yang dilakukan oleh bagian QC maupun karyawan lain yang sudah lulus uji panel. Uji panel dilakukan setiap hari dengan mengambil 2 sampel untuk setiap variant.  QC juga melakukan pengecekan pada kemasan “Migelas”. Kualitas hasil packaging dicek dengan menggunakan vakum untuk mengetahui terjadi kebocoran atau tidak pada kemasan. Pengecekan ensile, longsiler, porporasi, dan kekuatan rencengan juga perlu dilakukan. Selain itu, kodifikasi yang tertera pada kemasan juga sangat penting.