Makalah
mikrobiologi teknik aseptis,uji sterilitas,uji potensi antibiotik dan potensi
desinfektan
Disusun oleh
Imron sholeh
saputra/2k2/16
SMK NEGERI 1
(STM PEMBANGUNAN)
TEMANGGUNG
2013/2014
1.
TEKNIK ASEPTIS
1.
PENGERTIAN TEKNIK ASEPTIS
Teknis aseptis merupakan suatu
teknis yang dilakukan dalam pemindahbiakan bakteri agar bakteri yang dibiakan
tidak mengalami kontaminasi, dengan teknis aseptis diharapkan bakteri yang
dipindahbiakan mempertahankan kemurniannya.
Teknik
aseptik sangat diperlukan untuk menghindarkan mikroorganisme dari kontaminan
yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Teknik aseptis digunakan sepanjang
kegiatan berlangsung, baik alat, bahan, lingkungan sekitar maupun praktikannya.
Untuk alat dan bahan praktikum dapat diterapkan metode sterilisasi. Penguasaan
teknik aseptik ini sangat diperlukan dalam keberhasilan laboratorium
mikrobiologi dan hal tersebut merupakan salah satu metode permulaan yang
dipelajari oleh ahli mikrobiologi.
B. MACAM-MACAM
TEKNIK ASEPTIS
1) Sterilisasi secara mekanik (filtrasi)
Sterilisasi
secara mekanik menggunakan teknik penyaringan. Filtrasi atau penyaringan adalah
proses memisahkan partikel yang tidak larut dari suatu cairan atau gas dengan
cara melewatkan cairan atau gas tersebut melalui suatu medium yang porous
sehingga medium ini akan membiarkan cairan atau gas tersebut lewat. Pada
umumnya cara ini dikerjakan untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, misalnya
serum darah, antibiotika, dan gula sederhana. Oleh karena itu cara ini sering
dikenal dengan nama sterilisasi cara dingin.
Macam-macamnya
:
a. Sterilisasi
dengan Berkefeld filter ( filter organik )
Berkefeld
filter yaitu suatu alat saring dengan tanah diatomae sebagai elemen penyaring
yang mempunyai porositas bervariasi dari kasar(V) sampai halus(W), dannormal(N).
filter tersebut digunakan untuk menyaring air minum dan biasanya porositas
elemen penyaring yang dipakai adalah normal(N)dan halus(W).
b. Sterilisasi
dengan Seitz filter
Seitz filter
digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan mensterilkan bahan-bahan dalam bentuk
cairan yang tidak tahan panas sama sekali. Antara lain toksin, antibiotika dan
serum darah.
Seitz filter
terbuat dari logam baja anti karat(stainless steel) dilengkapi dengan filter
asbes yang steril. Elemen filter tersebut dikemas dan diletakkan di antara
penyangga dan mudah diganti dengan filter yang baru. Untuk penyaringan
diperlukan tekanan kurang lebih
20-90cmHg. Oleh karena itu, alat ini harus dilengkapi dengan pompa vakum,
dengan maksud untuk mempercepat penyaringan.
Keuntungan
dari sterilisasi dengan cara mekanik, antara lain:
Bahan yang
tidak tahan pemanasan dapat disterilkan dengan cara ini.
Dapat
digunakan untuk mensterilkan larutan dalam jumlah kecil karena dapat digunakan
filterdengan kapasitas kecil.
Proses
sterilisasi relatif cepat.
Semua
mikroba hidup maupun mati dapat dihilangkan dari larutan.
Kerugian dari sterilisasi ini adalah
:
Relatif
mahal, terutama jika peralatan filtrasi tidak dapat dipakai ulang.
Ada beberapa
penyaring yang sukar dicuci, misalnya penyaring porcelein.
Penyaringan
bakteri yang terbuat dari asbestos, misalnya seitz EK dapat memberikan reaksi
alkalis pada filtrat, karena membebaskan
bagian serta filternya.
Adanya
adsorpsi daripenyaring merugikan terutama untuk bahan dalam jumlah sedikit.
2) Sterilisasi secara fisik
a) Sterilisasi secara fisik menggunakan metode pemanasan
Pada umumnya dikerjakanuntuk bahan
dan alat tahan panas. Sterilisasi dengan panas merupakan metode yang relatif
efisien, dapat dipercaya, dan relatif tidak mahal.Mikroorganisme dapt tumbuh
pada berbagai temperatur, tetapi pertumbuhannya dapat dihambat atau dihentikan
bila suhu tumbuhnya diubah. Bila suhu tumbuhnya maksimum dinaikkan, maka akan
terjadi perubahan molekul organiknya sehingga mikrobe tersebut akan mati.
Sterilisasi
dengan pemanasan ada dua macam, yaitu :
1) Sterilisasi
dengan pemanasan kering
Prinsip
kerja dengan pemanasan kering adalah menyebabkan denaturasi protein dan efek
toksik akibat kenaikan kadar elektrolit dalam pembunuhan kuman.
Teknik sterilisasi dengan pemanasan
kering :
1. Pembakaran
Langsung
Teknik
pembakaran langsung merupakan teknik sterilisasi tercepat dan 100% efektif.
Kelemahan teknik ini terbatas pada penggunaannya. Caranya yaitu dengan membakar
peralatan samai pijar.
Cara ini
dapat menggunakan api gas tidak berwarna atau pembakar spirtus. Caranya sangat
sederhana, cepat dan menjamin sterilitas dari bahan yang disterilkan. Namun,
penggunaannya sangat terbatas hanya pada beberapa alat saja.
Alat-alat yang dapat disterilkan
dengan cara ini adalah:
a. Pincet
b. Penjapit
c. Kroes
d. Alat dari
gelas/porcelin
e. Batang
pengaduk
f. Kaca arloji
g. Mulut wadah
h. Mortil dan
stamfer
2. Penyeterilan
memakai udara panas(kering)
Sterilisasi dengan udara panas dianjurkan apabila
penggunaan uap bertekanan tidak dikehendaki atau bila terjadi kontak antara uap
bertekanan dengan benda yang akan disterilkan. Sterilisasi dengan cara ini
memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan cara pembakaran secara
langsung, karena energi panas sulit menetrasi bahan yang akan disterilkan.
Cara ini digunakan untuk mensterilkan bahan/alat yang
tidak dapat di sterilkan dengan cara pemijaran atau karena sifat fisiknya tidak
dapat di sterilkan dengan uap air yang diakibatkan oleh sukarnya di tembus oleh
uap air. Cara sterilisasi ini berdasarkan oksidasi dengan lemari pengering(Hot
Air Sterilizer) dan dengan gas atau listrik melalui Oven.
Alat-alat yang dapat disterilkan
dengan cara ini adalah:
a) Cawan petri
b) Pipet
c) Siring
d) Instrumen
e) Jarum
f) Alat suntik
g) Bahan-bahan
seperti gliserin, parafin petrolatum, perban petrolatum, serbuk sulfonamida,
dan materi-materi lainnya.
2) Sterilisasi
dengan pemanasan basah
Ada beberapa cara sterilisasi yang
sering digunakan, diantaranya:
1. Dimasak
dengan air
Pada prinsipnya cara ini hanya merebus bahan/alat yang
akan disterilkan dalam jangka waktu tertentu, dihitung sejak air mulai
mendidih. Teknik pendidihan dengan air akan dapat membunuh mikroorganisme
dengan cara mengkoagulasikan dan mendenaturasikan protein sel mikrobe.
Sebelum direbus, alat-alat harus bersih dari segala
kotoran, seperti feses dan darah dengan perendaman dalam air terlebih dahulu.
Hampir semua bentuk vegetatif sel bakteri akan hancur dalam waktu beberapa
detik setelah perebusan. Tetapi hal ini tidak berlaku untuk spora seperti
jamur, kista Protozoa, dan beberapa virus seperti virus hepatitis.
2. Tindalisasi
( sterilisasi fraksi / sterilisasi intermitten )
Metode ini
dengan mendidihkan medium dengan suhu 1000C dengan uap beberapa
menit saja, selama 3 hari berturut-turut. Alat yang digunakan adalah Arnold
Stelizer.
Sterilisasi dengan cara ini juga dapat menggunakan
alat yang menyerupai dandang. Cara ini belum menjamin sterilitas bahan terutama
bagi spora-spora yang berdaya tahan besar.
3. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah suatu cara desinfektan dengan pemanasan
yang pertama kali dilakukan oleh pasteur dengan maksud mengurangi jumlah
mikroorganisme pembusuk 9 perusak ) di dalam anggur tanpa merusak anggur
tersebut. Cara ini terutama dipakai untuk sterilisasi yang tidak tahan
pemanasan tinggi, atau bahan-bahan yang karena keadaan fisiknya tidak mungkin
disterilkan dengan cara penyaringan bakteri.
4. Dengan uap air jenuh bertekanan
tinggi(autoklaf)
Cara ini memberikan jaminan sterilitas yang terbaik
untuk alat-alat atau bahan yang di sterilkan. Keberhasilan sterilisasi dengan
autoklaf sangat tergantung pada kualitas uap air. Kualitas uap air adalah berat
dari uap kering yang terdapat dalam campuran dari uap air jenuh dan air.
Prinsip kerja autoklaf sama dengan “pressure cooker:”
ketika molekul air menjadi panas, maka daya penetrasinya bertambah.
Alat-alatdan bahan yang akan disterilakan sebaiknya ditempatkan dalam beberapa
botol yang agak kecil daripada dikumpulkan dalam satu botol yang besar.
b) Sterilisasi
secara fisik menggunakan metode pembekuan
Suhu
rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan cara megninaktifkan
enzim-enzim yang berperan dalam proses metabolisme mikrobe tersebut. Proses
pembekuan dapat menimbukan partikel-partikel es di dalam sel mikroorganisme,
sehingga dinding sel mikrobe menjadi rusak. Tetapi proses pembekuan tidak
efektif untuk membasmi spora.
c) Sterilisasi
secara fisik menggunakan metode pengeringan ( desikasi )
Sterilisasi
dengan pengeringan akan dapat menghentikan atau mengurangi akyivitas metabolik
dan kemudian diikuti kematian mikrobe.
d) Sterilisasi
secara fisik menggunakan metode liofilisasi
Dengan
teknik ini, mikroorganisme diberi perlakuan dehidrasi yang ekstrim dalam
keadaan beku dan kemudian ditutup rapat dalam keadaan vakum. Sebenarnya liofilisasi
lebih merupakan proses pengawetan daripada pembasmian mikroorganisme.
e) Sterilisasi
secara fisik menggunakan metode radiasi
Sterilisasi
dengan Sinar Ultra Violet
Sterilisasi
dengan Sinar X
Sterilisasi
dengan Sinar Gamma
Sterilisasi
dengan Sinar Katode
3) Sterilisasi secara kimia
Sterilisasi
secara kimia yaitu dengan penambahan zat-zat tertentu yang umumnya berupa
zat-zat kimia. Sterilisasi dengan cara ini tidak selalu mematikan seluruh
mikroba, terutama mikroba dalam bentuk spora tidak terbasmi keseluruhan, oleh
karena itu cara ini lebih tepat dinamakan pencuci-hamaan. Sterilisasi dengan
cara ini biasanya hanya diperuntukkan sterilisasi ruangan atau jenis peralatan
tertentu saja. Bahan-bahan kimia yang banyak digunakan dalam proses sterilisasi
ini adalah termasuk golongan:
a.
Pencuci hama
b.
Bakterisida
c.
Fungisida
d.
Antiseptika : Kerja zat kimia tersebut alah melawan
infeksi atau mencegah pertumbuhan atau kerja mikroorganisme dengan cara
menghancurkannya atau menghambat pertumbuhannya.
e.
Bakteriostatika
f.
Fungistatika
g.
Antibiotika
h.
Disinfeksi : Membunuh organisme-organisme patogen,
kecuali spora kuman dengan fisik dan kimiawi, dilakukan terhadap benda mati.
i.
Desinfektan : Merupakan agen yang sangat toksik
terhadap semua jenis mikroba. Efektivitasnya terutama ditentukan oleh berbagai
kondisi sewaktu digunakan.
2.
UJI STERILITAS
1.
PENGERTIAN UJI STERILITAS
Steril adalah suatu keadaan dimana
suatu zat bebas dari mikroba baik yang patogen maupun yang tidak patogen baik
dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk spora.
Uji
sterilitas merupakan suatu cara pengujian untuk mengetahui suatu sediaan atau
bahan farmasi atau alat-alat kesehatan yang dipersyaratkan harus dalam keadaan
steril. Dengan demikian sediaan dan peralatan tersebut harus bebas dari
mikroorganisme. Jadi, hanya dikenal sediaan dan peralatan tersebut steril atau
tidak steril, tidak ada istilah hampir atau setengah steril.
1. Analisis
Mikrobiologi Farmasi : 179
Pengujian
sediaan farmasi steril dan alat kesehatan ini merupakan suatu cara pengujian
untuk mengetahui suatu sediaan/bahan Farmasi atau alat-alat kesehatan yang
dipersyaratkan harus dalam keadaan steril.
2. Lachman :
136
Uji
sterilitas dilakukan terhadap produk dan bahan yang sebelumnya telah mengalami
proses pensterilan yang telah diberlakukan. Hasilnya membuktikan bahwa prosedur
sterilisasi dapat diulang secara efektif. Tetapi umumnya disetujui bahwa
kontrol yang dilaksanakan selama proses validasi memberikan jaminan telah
efektifnya proses sterilisasi. Uji ini dilakukan terhadap sampel yang dipilih
untuk mewakili keseluruhan lot bahan tersebut. Sampel bisa diambil dari kemasan
atau wadah akhir suatu produk, atau sebagian bagian dari tangki bulk cairan
atau dari bahan bulk lainnya.
2.
TUJUAN UJI STERILITAS
Menurut Farmakope edisi IV (1995),
uji sterilitas digunakan untuk menetapkan apakah suatu bahan/sediaan farmasi
yang diharuskan steril memenuhi syarat sesuai dengan uji sterilitas seperti
yang tertera pada masing-masing monografi, diaman untuk penggunaannya sesuai
dengan prosedur pengujian sterilitas sebagai bagian dari pengawasan mutu
pabrik, seperti yang tertera dalam sterilisasi dan jaminan sterilitas bahan.
Menurut PTM : 145 tujuan dari uji
sterilitas adalah untuk menjamin bahwa produk yang melalui proses pembuatan itu
tidak mengandung mikroorganisme atau faktanya terkontaminasi. Uji sterilisasi
sebenarnya dilakukan untuk menentukan seluruh kemasan yang telah disterilkan.
Penggunaan teori diinginkan untuk menunjukkan sterilisasi telah berkembang
sejak 50 atau 60 tahun. Masalah bahwa produk steril diinginkan steril – bebas
dari semua bentuk mikroorganisme secara definisi dan secara status. Metode
valid telah berkembang untuk uji produk steril. Namun demikian, produk yang
diuji tidak dapat dipasarkan. Kenyataannya. Tidak realistis untuk menguji semua
unit lot. Uji sampel lot menjadi dibutuhkan. Menganggap metode sterilisasi
sempurna (yang mana tidak), sampling menjadi latihan statistik yang meninggalkan
keraguan. Contohnya, jika ukuran lot 5000 wadah dan setelah proses sterilisasi,
450 wadah (1% ukuran lot), terkontaminasi, ini akan menjadi perlu untuk menguji
sampel random 32 wadah dengan 95% kemungkinan terdeteksi. Farmakope
mengisyaratkan sampel 20 wadah yang diuji untuk tiap lot, oleh karena itu,
jumlah bagian yang ditemukan terkontaminasi adalah sedikit pada batch.
Kenyataannya, tujuan uji sterilisasi hanya menentukan ada atau tidak batch yang
telah terkontaminasi setelah proses sterilisasi.
3. METODE
UJI STERILITAS
ý FI III :
889
Pengujian
dilakukan dengan teknik aseptis yang cocok.
Percontoh :
Kecuali dinyatakan lain, digunakan jumlah bagian percontoh seperti tertera pada
Daftar I, tidak termasuk bahan percontoh yang digunakan untuk menetapkan
efektivitas pemberian.
Daftar I
Jumlah wadah dalam bets
|
Jumlah bagian sampel
|
Kurang dari 100
|
10% atau 4, diambil yang lebih besar
|
Tidak kurang dari 100, tidak lebih dari 500
|
10
|
Lebih dari 500
|
2% atau 20%, diambil yang kecil
|
Untuk
sediaan yang disterilkan dalam otoklaf pada suhu di atas 100 oC,
jumlah percontoh yang digunakan dapat dikurangi, menjadi 10. Jika isi tiap
wadah 250 ml atau lebih, jumlah percontoh yang digunakan dapat dikurangi
menjadi 3. Jika isi tiap wadah kurang 1 ml cairan atau kurang dari 50 mg zat
padat, maka jumlah percontoh yang digunakan adalah 3 kali jumlah yang tertera
pada Daftar I.
Daftar II
Jumlah zat uji dalam wadah
|
Jumlah zat yang diperlukan untuk
|
|
Uji kuman
|
Uji jamur dan ragi
|
|
Cairan
Kurang dari 1ml
|
Semua isi
|
Semua isi
|
Tidak kurang dari 1 ml
Tidak kurang dari 4 ml
|
Separuh isi
|
Separuh isi
|
Tidak kurang dari 4 ml
Tidak kurang dari 20 ml
|
2 ml
|
2 ml
|
Lebih dari 20 ml
|
10% dari isi
|
10% dari isi
|
Padat
Kurang dari 50 mg
|
Semua isi
|
Semua isi
|
Tidak kurang dari 50 mg
Tidak lebih dari 200 mg
|
Separuh isi
|
Separuh isi
|
Lebih dari 200 mg
|
100 mg
|
100 mg
|
ý FI IV :
858
Prosedur
pengujian terdiri dari (1) inokulasi langsung ke dalam media uji dan (2) teknik
penyaringan membran. Uji sterilitas untuk bahan Farmakope, jika mungkin menggunakan
penyaringan membran, merupakan metode pilihan. Prosedur ini terutama berguna
untuk cairan dan serbuk yang dapat larut yang bersifat bakteriostatik atau
fungistatik, untuk memisahkan mikroba kontaminan dari penghambat pertumbuhan.
Prosedur harus divalidasi untuk penggunaan tersebut. Dengan alasan yang sama,
cara ini sangat berguna untuk bahan seperti minyak, salep, atau krem yang dapat
melarut ke dalam cairan pengencer bukan bakteriostatik atau bukan fungistatik.
Penggunaannya juga untuk uji sterilitas permukaan atau lumen kritis alat-alat
kesehatan.
Karena sifat
bahan yang akan diuji bervariasi dan faktor lain yang mempengaruhi pada waktu
melakukan uji sterilitas, maka perlu diperhatikan ketentuan berikut dalam
melakukan uji sterilitas.
3. UJI
POTENSI ANTIBIOTIK DAN POTENSI DESINFEKTAN ( KOEFISIEN FENOL )
1. PENGERIAN UJI POTENSI ANTIBIOTIK DAN POTENSI
DESINFEKTAN
( KOEFISIEN FENOL )
Antibiotik
ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat
menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini
dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam praktek sehari -
hari AM sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya
sulfonamida dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik.
Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau
pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau
pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau
menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan
antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau
membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada
jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi
tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian. Dalam pengertian lain,
desinfektan adalah suatu bahan yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan
suatu mikroorganisme terutama mikroba atau bakteri pathogen atau membahayakan
yang terdapat pada benda mati.
Koefisien
fenol adalah perbandingan ukuran keampuhan suatu bahan antimikrobial
dibandingkan dengan fenol. Fenol dijadikan pembanding karena fenol sering
digunakan untuk mamtikan mikroorganisme. Koefisien fenol yang kurang dari 1
menunjukkan bahwa bahan antimikrobial tersebut kurang efektif dibandingkan
fenol. Sebaliknya, apabila koefisien fenol lebih dari 1 artinya bahan mikrobial
tersebut lebih ampuh daripada fenol.
Koefisien
fenol ditentukan dengan cara membagi pengenceran tertinghi dari fenol yang
mematikan mikroorganisme dalam sepuluh menit tetapi tidak mematikannya dalam
lima menit terhadap pengenceran tertinggi bahan antimikrobial yang mematikan
mikroorganisme dalam sepuluh menit tetapi tidak dalam lima menit.
Fenol
adalah salah satu contoh disinfektan yang efektif dalam membunuh kuman. Pada
konsentrasi rendah, daya bunuhnya disebabkan karena fenol mempresipitasikan
protein secara aktif, dan selain itu juga merusak membran sel dengan menurunkan
tegangan permukaannya. Dengan persetujuan para ahli dan peneliti, fenol
dijadikan standar pembanding untuk menentukan aktivitas sesuatu disinfektan.
Dalam
uji potensi desinfektan digunakan metode Difusi Cakram. Difusi adalah
perpindahan zat (cair, gas atau zat-zat padat) dari larutan yang berkadar
tinggi ke larutan berkadar rendah, sehingga kerapatan atau kadar larutan
tersebut sam dimana-mana. Sedangkan cakram adalah sebuah bentuklingkaran yang
mengelilingi sesuatu.
Pada
dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan
desinfektan. Tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik
karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus
memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras.
Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara
dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada
kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam
proses sterilisasi.
Banyak
bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi umumnya
dikelompokkan ke dalam golongan aldehid atau golongan pereduksi, yaitu bahan
kimia yang mengandung gugus -COH; golongan alkohol, yaitu senyawa kimia yang
mengandung gugus -OH; golongan halogen atau senyawa terhalogenasi, yaitu senyawa
kimia golongan halogen atau yang mengandung gugus -X; golongan fenol dan fenol
terhalogenasi, golongan garam amonium kuarterner, golongan pengoksidasi, dan
golongan biguanida.
Antibiotika yang ideal sebagai obat
harus memenuhi syarat - syarat berikut :
1. Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotic)
2. Tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari mikroorganisme pathogen
3. Tidak menimbulkan pengaruh samping (side effect) yang buruk pada host, seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi lambung, dan sebagainya
4. Tidak mengganggu keseimbangan flora yang normal dari host seperti flora usus atau flora kulit.
1. Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotic)
2. Tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari mikroorganisme pathogen
3. Tidak menimbulkan pengaruh samping (side effect) yang buruk pada host, seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi lambung, dan sebagainya
4. Tidak mengganggu keseimbangan flora yang normal dari host seperti flora usus atau flora kulit.
B. TUJUAN UJI POTENSI ANTIBIOTIK DAN POTENSI
DESINFEKTAN
( KOEFISIEN FENOL )
uji koefisien
fenol adalah untuk mengevaluasi daya anti mikroba suatu desinfektan dengan
memperkirakan potensi dan efektifitas desinfektan berdasarkan konsentrasi dan
lamanya kontak terhadap kuman dan membandingkannya terhadap fenol standard yang
disebut koefisien fenol.
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UJI POTENSI ANTIBIOTIK
DAN POTENSI
DESINFEKTAN ( KOEFISIEN FENOL )
Faktor-faktor yang mempengaruhi potensi Desinfektan:
1.
Konsentrasi bahan
Banyak bahan-bahan yang bersifat letal apabila digunakan dalam konsentrasi
yang tinggi, tetapi ada pula dalam konsentrasi yang rendah sudah mampu
menghambat pertumbuhan dan bahkan membunuh berbagai jenis mikroorganisme.
2.
Waktu
Jika bakteri berpapar dengan agen bakterisidal spesifik tertentu, walaupun
pada dosis yang berlebihan, tidak semua mikroba akan mati seketika, akan tetapi
lebih cenderung terjadi penurunan jumlah populasi atau proses kematian secara
gradual.
3.
pH
Konsentrasi ion hydrogen sangat berpengaruh mikroba maupun bahan
desinfektan. Apabila populasi bakteri dalam bentuk suspense dalam media kultur
dalam pH 7,0 maka bakteri tersebut memiliki muatan negative. Dengan
meningkatnya pH maka akan meninkat pula muatannya. Selanjutnya akan
mempengaruhi konsentrasi efektif dari desinfektan yang digunakan terutama yang
bekerja pada dinding sel mikroba.
4.
Suhu
Pada suhu rendah, setiap peningkatan 10 derajat suhu, akan meningkatkan
derajat kematian mikroba sebesar 2 kali dan apabila menggunakan fenol, maka
peningkatennya sebesar 5 sampai 8 kali. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam
factor dan melibatkan reaksi kimia yang kompleks.
5.
Asal mikroorganisme
Efektivitas desinfektan tergantung pula pada sifat-sifat dari
mikroorganisme yang digunakan dalam pengujian. Yang terpenting dalam hal ini
adalah spesies mikroba, fase pertumbuhan dalam kultur dan bentuk mikroba itu
sendiri.
6.
Keberadaan bahan lain
di luar mikroba
Terdapatnya bahan-bahan organic di sekitar pertumbuhan mikroba atau dalam
media kultur mikroba dapat mempengaruhi aktivitas beberapa desinfektan dan
cenderung menurunkan aktivitasnya
D. MACAM MACAM UJI POTENSI ANTIBIOTIK
DAN POTENSI
DESINFEKTAN ( KOEFISIEN FENOL )
Macam-macam desinfektan yang digunakan:
1. Golongan aldehid
Bahan kimia
golongan aldehid yang umum digunakan antara lain formaldehid, glutaraldehid dan
glioksal. Golongan aldehid ini bekerja dengan cara denaturasi dan umum
digunakan dalam campuran air dengan konsentrasi 0,5% - 5% . Daya aksi berada
dalam kisaran jam, tetapi untuk kasus formaldehid
daya aksi
akan semakin jelas dan kuat bila pelarut air diganti dengan alkohol.
Formaldehid
pada konsentrasi di bawah 1,5% tidak dapat membunuh ragi dan jamur, dan
memiliki ambang batas konsentrasi kerja pada 0,5 ml/m3 atau 0,5 mg/l serta
bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker). Larutan formaldehid dengan
konsentrasi 37% umum disebut formalin dan biasa digunakan utuk pengawetan mayat
(Rismana, 2008).
Glutaraldehid
memiliki daya aksi yang lebih efektif disbanding formaldehid, Sehingga lebih
banyak dipilih dalam bidang virologi dan tidak berpotensi karsinogenik. Ambang
batas konsentrasi kerja glutaraldehid adalah 0,1 ml/m3 atau 0,1 mg/l. Pada
prinsipnya golongan aldehid ini dapat digunakan dengan spektrum aplikasi yang
luas, Misalkan formaldehid untuk membunuh mikroorganisme dalam ruangan,
peralatan dan lantai, sedangkan glutaraldehid untuk membunuh virus.
Keunggulan
golongan aldehid adalah sifatnya yang stabil, persisten, dapat dibiodegradasi,
dan cocok dengan beberapa material peralatan. Sedangkan beberapa kerugiannya
antara lain dapat mengakibatkan resistensi dari mikroorganisme, untuk
formaldehid diduga berpotensi bersifat karsinogen, berbahaya bagi kesehatan,
mengakibatkan iritasi pada sistem mukosa, aktivitas menurun dengan adanya
protein serta berisiko menimbulkan api dan ledakan (Rismana, 2008).
2. Golongan alkohol
Golongan
alkohol merupakan bahan yang banyak digunakan selain golongan aldehid. Beberapa
bahan di antaranya adalah etanol, propanol dan isopropanol. Golongan alkohol
bekerja dengan mekanisme denaturasi serta berdaya aksi dalam rentang detik
hingga menit dan untuk virus diperlukan waktu di atas 30 menit. Umum dibuat
dalam campuran air pada konsentrasi 70-90 %. Golongan alkohol ini tidak efektif
untuk bakteri berspora serta kurang efektif bagi virus non-lipoid. Penggunaan
pada proses desinfeksi adalah untuk permukaan yang kecil, tangan dan kulit.
Adapun keunggulan golongan alkohol ini adalah sifatnya yangn stabil, tidak
merusak material, dapat dibiodegradasi, kadang cocok untuk kulit dan hanya
sedikit menurun aktivasinya bila berinteraksi dengan protein. Sedangkan
beberapa kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap api/ledakan dan sangat
cepat menguap (Rismana, 2008).
3. Golongan pengoksidasi
Bahan kimia
yang termasuk golongan pengoksidasi kuat dibagi ke dalam dua golongan yakni
peroksida dan peroksigen di antaranya adalah hidrogen peroksida, asam
perasetik, kalium peroksomono sulfat, natrium perborat, benzoil peroksida,
kalium permanganat. Golongan ini membunuh mikroorganisme dengan cara
mengoksidasi dan umum dibuat dalam larutan air berkonsentrasi 0,02 %. Daya aksi
berada dalam rentang detik hingga menit, tetapi perlu 0,5 - 2 jam untuk
membunuh virus. Pada prinsipnya golongan pengoksidasi dapat digunakan pada
spektrum yang luas, misalkan untuk proses desinfeksi permukaan dan sebagai
sediaan cair. Kekurangan golongan ini terutama oleh sifatnya yang tidak stabil,
korosif, berisiko tinggi menimbulkan ledakan pada konsentrasi di atas 15 %,
serta perlu penanganan khusus dalam hal pengemasan dan sistem
distribusi/transport (Rismana, 2008).
4. Golongan halogen
Golongan
halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium seperti larutan iodium,
iodofor, povidon iodium, sedangkan senyawa terhalogenasi adalah senyawa
anorganik dan organik yang mengandung gugus halogen terutama gugus klor,
misalnya natrium hipoklorit, klor dioksida, natrium klorit dan kloramin.
Golongan ini berdaya aksi dengan cara oksidasi dalam rentang waktu sekira 10-30
menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 1-5%. Aplikasi
proses desinfeksi dilakukan untuk mereduksi virus, tetapi tidak efektif untuk
membunuh beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi. Umum digunakan sebagai
desinfektan pada pakaian, kolam renang, lumpur air selokan (Rismana, 2008).
Adapun
kekurangan dari golongan halogen dan senyawa terhalogenasi adalah sifatnya yang
tidak stabil, sulit dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70-90 %.
Golongan alkohol ini tidak efektif untuk bakteri berspora serta kurang efektif
bagi virus non-lipoid. Penggunaan pada proses desinfeksi adalah untuk permukaan
yang kecil, tangan dan kulit. Adapun keunggulan golongan alkohol ini adalah
sifatnya yangn stabil, tidak merusak material, dapat dibiodegradasi, kadang cocok
untuk kulit dan hanya sedikit menurun aktivasinya bila berinteraksi dengan
protein. Sedangkan beberapa kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap
api/ledakan dan sangat cepat menguap (Rismana, 2008).
5. Golongan fenol
Senyawa
golongan fenol dan fenol terhalogenasi yang telah banyak dipakai antara lain
fenol (asam karbolik), kresol, para kloro kresol dan para kloro xylenol.
Golongan ini berdaya aksi dengan cara denaturasi dalam rentang waktu sekira
10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 0,1-5%.
Aplikasi proses desinfeksi dilakukan untuk virus, spora tetapi tidak baik
digunakan untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi. Umum
digunakan sebagai dalam proses desinfeksi di bak mandi, permukaan dan lantai,
serta dinding atau peralatan yang terbuat dari papan/kayu. Adapun keunggulan
dari golongan golongan fenol dan fenol terhalogenasi adalah sifatnya yang
stabil, persisten, dan ramah terhadap beberapa jenis material, sedangkan kerugiannya
antara lain susah terbiodegradasi, bersifat racun, dan korosif. Golongan garam
amonium kuarterner Beberapa bahan kimia yang terkenal dari golongan ini antara
lain benzalkonium klorida, bensatonium klorida, dan setilpiridinium klorida
(Rismana, 2008).
Golongan ini
berdaya aksi dengan cara aktif-permukaan dalam rentang waktu sekira 10-30 menit
dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 0,1%-5%. Aplikasi untuk
proses desinfeksi hanya untuk bakteri vegetatif, dan lipovirus terutama untuk desinfeksi
peralatannya. Keunggulan dari golongan garam amonium kuarterner adalah ramah
terhadap material, tidak merusak kulit, tidak beracun, tidak berbau dan
bersifat sebagai pengemulsi, tetapi ada kekurangannya yakni hanya dapat
terbiodegradasi sebagian. Kekurangan yang lain yang menonjol adalah menjadi
kurang efektif bila digunakan pada pakaian, spon, dan kain pel karena akan
terabsorpsi bahan tersebut serta menjadi tidak aktif bila bercampur dengan
sabun, protein, asam lemak dan senyawa fosfat.
Salah satu
produk yang sudah dipasarkan dari golongan ini diklaim efektif untuk membunuh
parvovirus, di mana virus ini merupakan jenis virus hidrofilik
yang sangat
susah untuk dimatikan (Rismana, 2008).
6. Fenol
Fenol atau
asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau
khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil
(-OH) yang berikatan dengan cincin fenil.
Suatu
bahan diklasifikasikan sebagai antibiotika apabila (3) :
1.
Bahan tersebut merupakan produk metabolisme (alami maupun sintesis).
2.
Bahan tersebut adalah produk sintesis yang dihasilkan sebagai analog struktur
suatu antibiotika yang terdapat di alam.
3.
Bahan tersebut mengantagonis pertumbuhan atau keselamatan suatu spesies mikroorganisme
atau lebih.
4.
Bahan tersebut efektif dalam konsentrasi rendah.
Secara
umum antibiotika terbagi atas (4) :
1.
Penisilin
Penisilin-G dan turunannya bersifat bakterisid terhadap terutama kuman
Gram-positif (khususnya Cocci) dan hanya beberapa kuman Gram-negatif. Contohnya
: Benzilpenisilin, Fenoksimetilpenisilin Kloksasilin, Asam Klavulanat,
Ampisilin.
2.
Sefalosporin
Spektrum kerjanya luas dan meliputi banyak kuman Gram-positif dan Gram-negatif
termasuk Escherichia coli. Berkhasiat bakterisid dalam fase pembunuhan
kuman, berdasarkan penghambatan sintesa peptidoglikan yang diperlukan kuman
untuk ketangguhan dindingnya. Contohnya : Sefaleksin, Sefamandol, Sefouroksin,
Sefotaksim, Seftazidim, Aztreonam.
3.
Aminoglikosida
Aktivitasnya bakterisid, berdasarkan dayanya untuk mempenetrasi dinding bakteri
dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Proses translasi (RNA dan DNA)
diganggu sehingga biosintesa proteinnya dikacaukan. Efek ini tidak saja terjadi
pada fase pertumbuhan juga bila kuman tidak membelah diri. Contohnya :
Streptomisin, Gentamisin, Amiksin, Neomisin Paromomisin.
4.
Tetrasiklin
Mekanisme kerja berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman. Spectrum
kerjanya luas dan meliputi banyak cocci Gram-positif dan Gram-negatif serta
kebanyakan bacilli, kecuali pseudomonas dan proteus. Contohnya : Tetrasiklin,
Doksisiklin,
5.
Makrolida dan linkomisin
Eritromisin bekerja bakteriostatis terhadap terutama bakteri Gram-positif, dan
spectrum kerjanya mirip penisilin-G. Mekanisme kerjanya melalui pengikatan
reversible pada ribosom kuman, sehingga sintesis proteinnya dirintangi.
Contohnya : Eritromisin, Azitromisin, Spiramisin, Linkomisin.
6. Polipeptida
Khasiatnya adalah bakterisid berdasarkan aktivitas permukaannya dan
kemampuannya untuk melekatkan diri pada membran sel bakteri, sehingga
permeabilitas sel meningkat dan akhirnya sel meletus. Contohnya : Polimiksin B,
Basitrasin, Gramsidin.
7. Antibiotika lainnya
Khasiatnya bersifat bakteriostatis terhadap enterobacter dan
Staphylococcus aureus berdasarkan perintangan sintesa polipeptida kuman.
Contohnya : Kloramfenikol, Vankomisin, Asam fusidat, Mupirosin, Spektinomisin.
Berdasarkan
mekanisme kerjanya antimikroba dibagi dalam lima kelompok (5) :
1.
Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba
Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamid, trimetoprim,
asam p-aminosalisilat dan sulfon.
2.
Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba
Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah penisilin, sfalosforin,
basitrasin, vankomisin, dan sikloserin.
3.
Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel
Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah polimiksin, golongan polien serta
berbagai antimikroba kemoteraupetik, seperti antiseptik surface active agents.
4.
Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba
Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah golonbgangna aminoglikosid,
makrolid, linkimisin, tetrasiklin dan kloramfenikol.
5.
Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba
Antimikroba yang
termasuk kelompok ini ialah rimpisin dan golongan kuinolon
D. KRITERIA UJI POTENSI ANTIBIOTIK
DAN POTENSI
DESINFEKTAN ( KOEFISIEN FENOL )
ada 10 kriteria suatu desinfektan dikatakan ideal,
yaitu :
- Bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi
mikroorganisme pada suhu kamar
- Aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik,
pH, temperatur dan kelembaban
- Tidak toksik pada hewan dan manusia
- Tidak bersifat korosif
- Tidak berwarna dan meninggalkan noda
- Tidak berbau/ baunya disenangi
- Bersifat biodegradable/ mudah diurai
- Larutan stabil
- Mudah digunakan dan ekonomis
- Aktivitas berspektrum luas
Untuk itu,
setidaknya ada tiga langkah yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan desinfeksi
bila ingin hasilnya baik. Pertama, harus dibasuh dengan air, dengan tujuan
untuk melarutkan matriks protein. Pada tahap ini, kotoran di permukaan harus
dihilangkan dengan cara digosok maupun disapu dan disemprot dengan
air.Penggunaan air panas akan lebih efektif dibandingkan dengan air dingin.
Kemudian yang kedua, diberi sabun atau deterjen, dengan tujuan untuk melarutkan
matriks lemak. Yang terakhir, barulah dipakai desinfeksi.
E. METODE UJI POTENSI ANTIBIOTIK
DAN POTENSI
DESINFEKTAN ( KOEFISIEN FENOL )
Metode Kerja Uji Koefisien Fenol
Cara
Melakukan Uji Koefisien Fenol
Perbandingan aktivitas fenol dengan pengenceran baku
terhadap aktivitas sampel dengan pengenceran tertentu, MIC ( konsentrasi terendah
dimana pertumbuhan bakteri terhambat ) suatu antiseptik terhadap bakteri
tertentu
Metode pegenceran bertingkat dengan mengurangi
konsentrasi zat sebanyak setengah dari konsentrasi awal dengan volume yang sama
Metode
turbidimetri, menentukan takaran dengan melihat kekeruhan yang terjadi setelah
percobaan dilakukan
V1 C1 = V2 C2
Hasil kali konsentrasi dengan volume senyawa yang
semula digunakan adalah sama dengan hasil kali konsentrasi senyawa tersebut
dalam volume setelah pengenceran.
Uji potensi antibiotika dilakukan
dalam dua metode yaitu metode kertas saring (Kirby and Bauer) dan metode
d’Aubert. Metode kertas saring menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan
menggunakan zat-zat kimia seperti fungisida, bakterisida, dan insektisida.
Dengan perlakuan fisik seperti dengan sinar UV, pemanasan yang tinggi, serta
dengan perlakuan biologi seperti menggunakan mikroorganisme lain sebagai
antagonis. Metode d’Aubert yaitu metode yang digunakan untuk memeriksa kadar
anibiotika dalam bahan makanan sebagai bahan pengawet (Ramona dkk., 2007).
F. PRINSIP UJI POTENSI ANTIBIOTIK
DAN POTENSI
DESINFEKTAN ( KOEFISIEN FENOL )
Prinsip
penggunaan antibiotik didasarkan pada dua pertimbangan utama, yaitu (6) :
1.
Penyebab infeksi
Pemberian antibiotik yang paling ideal adalah berdasarkan hasil pemeriksaan
mikrobiologis dan uji kepekaan kuman. Namun dalam praktek sehari-hari, tidak
melakukan pemeriksaan mikro-biologis untuk setiap pasien yang dicurigai menderita
suatu infeksi. Di samping itu, untuk infeksi berat yang memerlukan penanganan
segera dimulai setelah pengambilan sampel bahan biologik untuk biakan dan
pemeriksaan kepekaan kuman. Pemberian antibiotik tanpa pemeriksaan
mikrobiologis dapat didasarkan pada educated guess.
2.
Faktor pasien
Diantara faktor pasien yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik
antara lain fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap
infeksi (status imunologis), daya tahan terhadap obat, beratnya infeksi, usia, untuk
wanita apakah sedang hamil atau menyusui, dan lain-lain.
Resistensi
sel mikroba ialah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oelh
antimikroba. Sifat ini dapat merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan
hidup.
Pemberian
antibiotik yang paling ideal adalah berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologis
dan uji kepekaan kuman. Namun dalam praktek sehari-hari, tidak mungkin
melakukan pemeriksaan mikrobiologis untuk pasien yang dicurigai menderita suatu
infeksi berat yang memerlukan penanganan segera dimulai setelah pengambilan
sampel bahan biologik untuk biakan dan pemeriksaan kepekaan kuman.
DAFTAR
PUSTAKA
Di akses pada tanggal 27 juli 2013