Senin, 21 Maret 2016

Bahan Pengawet Makanan Alami

Pengawet Makanan Alami
                
Proses pengawetan alami pada umumnya telah banyak dilakukan masyarakat seperti proses penggaraman, pendinginan, pengeringan, pengalengan, dan penyinaran. Beberapa proses ini umumnya bersifat alami sehingga aman dan tidak menimbulkan efek yang buruk bagi kesehatan manusia. Produk pengawet ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya bahan baku yang mudah diperoleh, proses yang sederhana, waktu proses yang singkat serta tidak menggunakan bahan kimia dalam pembuatannya.
Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut produk makanan dan minuman yang serba praktis, tahan lama dan memiliki tampilan menarik. Solusi yang dilakukan industri pangan adalah menambahkan bahan pengawet agar kualitas produk meningkat dan tahan lama. Sebenarnya ada cara aman dan sehat dalam mengawetkan makanan, yaitu mengawetkan makanan secara alami.
Mengenal Jenis Pengawet Makanan
Kualitas makanan ditentukan oleh cita rasa, tekstur, warna dan nilai gizi. Untuk meningkatkan kualitas mutu nilai pangan, pengawetan makanan bisa meningkatkan kualitas produk makanan. Seperti pada tujuan menambahkan pengawet makanan adalah memperpanjang daya simpan dengan cara mencegah pertumbuhan mikroorganisme pembusuk.
Pengawet makanan digolongkan menjadi dua, pertama pengawet alami yang bisa diperoleh dari bahan makanan segar seperti bawang putih, gula, garam dan asam. Golongan kedua adalah pengawet sintetis. Pengawet ini merupakan hasil sintesis secara kimia. Bahan pengawet sintetis mempunyai sifat lebih stabil, lebih pekat dan penggunaannya lebih sedikit. Kelemahan pengawet sitetis adalah efek samping yang ditimbulkan. Pengawet sintetis dipercaya bisa menimbulkan efek negatif bagi kesehatan, seperti memicu pertumbuhan sel kanker akibat senyawa karsinogenik dalam pengawet. Contoh dari pengawet sintetis adalah nastrium benzoat, kalium sulfit dan nitrit. Penambahan pengawet alami jauh lebih baik karena dampak buruknya terhadap kesehatan lebih kecil.
Selain bahan pengawet di atas, masih ada jenis pengawet alternatif yang diperoleh dari bahan pangan segar seperti bawang putih, gula pasir, asam jawa dan kluwak. Bahan-bahan ini dapat mencegah perkembangbiakan mikroorganisme pembusuk. Mari kita kenali satu persatu masing-masing jenis pengawet alami:
1.     Garam Dapur

Garam dapur adalah senyawa kimia Natrium chlorida (NaCl). Garam dapur merupakan bumbu utama setiap masakan yang berfungsi memberikan rasa asin. Selain meningkatkan cita rasa garam juga berfungsi sebagai pengawet. Sifat garam dapur adalah higroskopis atau menyerap air, sehingga adanya garam akan menyebabkan sel-sel mikroorganisme mati karenadehidrasi.Garam dapur juga dapat menghambat dan menghentikan reaksi autolisis yang dapat mematikan bakteri yang ada di dalam bahan pangan.Penggunaan garam sebagai pengawet biasanya dikenal dengan istilah penggaraman, seperti yang dilakukan pada proses pembuatan ikan asin, telur asin, atau asinan sayuran dan buah. Cara penggunaanya sangat sederhana, tinggal menambahkan garam dalam jumlah tinggi ke dalam bahan pangan yang akan diawetkan.

2.     Gula Pasir

Gula pasir adalah butiran menyerupai kristal yang merupakan hasil pemanasan dan pengeringan sari tebu atau bit. Anda tentu sudah tahu bentuk gula pasir, yaitu butiran berwarna putih yang tersusun atas 99.9% sakarosa murni. Selain dijual dalam bentuk butiran, gula pasir juga dijual dalam bentuk tepung, populer dengan sebutan gulahalus.Gula pasir biasanya ditambahkan ke dalam makanan dan minuman untuk memberikan rasa manis. Namun selain memberikan rasa, gula pasir juga berfungsi sebagai pengawet. Sama halnya dengan garam, sifat gula pasir adalah higroskopis atau menyerap air sehingga sel-sel bakteri akan dehidrasi dan akhirnya mati.Penggunaan gula sebagai pengawet, lazim disebut dengan istilah penggulaan. Penggunaanya bisa ditaburkan atau dicampur dan dilarutkan dengan bahan makanan atau minuman yang akan diawetkan. Contoh produk yang diawetkan dengan penggulaan adalah manisan, selai, dodol, permen, sirup dan jeli

3.     Cuka

Cuka adalah produk hasil fermentasi dari bakteri acetobacter. Banyak jenis cuka beredar di pasaran, seperti cuka apel, cuka hitam, cuka aren dan cuka limau. Masing-masing cuka ini diperoleh dari bahan dasar fermentasi yang berbeda. Adalagi satu jenis cuka yang sering digunakan untuk memasak yang disebut juga cuka masak. Cuka jenis ini adalah cuka sintetis/kimiawi dengan rasa asam yang sangat kuat.Biasanya cuka mengandung asam asetat 98%.Selain memberikan rasa asam pada masakan dan minuman, cuka juga bisa digunakan sebagai bahan pengawet. Produk yang biasanya diawetkan dengan cuka adalah acar, kimchi, jelly dan minuman. Penggunaanya disesuaikan dengan jenis produk yang diawetkan. Selain meningkatkan daya simpan, cuka juga dapat mempertahankan warna atau mencegah reaksi browning/pencokelatan pada buah dan sayuran. Dengan penambahan cuka, sayuran dan buah akan lebih bertahan warnanya.

4.     Bawang Putih
Bawang putih (Allium sativum) merupakan bumbu dapur yang sangat populer. Aroma dan rasanya yang khas, dapat memberikan citarasa lezat dan harum pada masakan. Selain sebagai bumbu dapur, bawang putih ternyata sangat efektif sebagai pengawet. Hal ini desebabkan karena bawang putih dapat menghambat pertumbuhan khamir dan bakteri. Kandungan allicin di dalam bawang putih sangat efektif mematikan bakteri gram positif dan gram negatif.Bawang putih juga bersifat antimikroba E.coli, Shigella sonnei, Staphylococcus sureus dan Aerobacter aerogenes. Manfaat lainya adalah dapat mengurangi jumlah bakteri aerob, kaliform dan mikroorganisme lainya sehingga bahan makanan yang ditambahkan bawang putih akan lebih awet. Penggunaannya mudah. Tambahkan bawang putih ke dalam potongan daging atau ikan dan simpan di dalam freezer. Dengan cara ini daging atau ikan bisa bertahan 20 hari.
5.     Kepayang/kluwek/keluwek/keluak/kluak atau Picung/Pucung.
Selain sebagai bumbu dan pemberi warna, kluwak (Pangium edule Reinw) juga bisa digunakan sebagai pengawet. Pohon tanaman ini memiliki tinggi hingga 40 m dengan diameter batang 2,5 m. Jika melihat uraian diatas, maka dapat dikatakan tanaman ini tumbuh tersebar luas hampir di seluruh Nusantara. Kepayang mulai berbuah di awal musim hujan pada umur 15 tahun dengan jumlah 300 biji di setiap pohonnya.Tanaman ini telah lama digunakan sebagai bahan pengawet ikan. Untuk dapat memanfaatkannya sebagai pengawet, biji dicincang halus dan dijemur selama 2-3 hari. Hasil cincangan tanaman ini kemudian dimasukkan ke dalam perut lkan laut yang telah dibersihkan isi perutnya.
Cincangan biji Kepayang memiliki efektivitas sebagai pengawet ikan hingga 6 hari . Khusus untuk pengangkutan jarak jauh, tanaman ini dicampur garam, dengan perbandingan 1 bagian garam dan 3 bagian biji Kepayang.Pohon picung atau kluwak (jawa) banyak tersebar di seluruh nusantara. Selain sebagai bumbu masak dapur, biji buah picung juga bisa dimanfaatkan sebagai pengawet alami ikan segar. Kombinasi 2 % biji buah picung dan 2% garam dari total berat ikan telah mampu mengawetkan ikan kembung segar selama 6 hari tanpa merubah mutu. Normalnya, ikan kembung segar yang disimpan di suhu kamar tanpa penambahan picung atau es hanya bisa bertahan 6 jam. Lebih dari itu, ikan tersebut akan busuk dan rusak.
Hasil penelitian R.A Hangesti Emi Widyasari, mahasiswa S2 Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pasca Sarjana IPB ini merupakan terobosan dalam mengatasi kesulitan pemerolehan dan menekan harga es batu. Disamping menghindari penggunaan larutan formalin yang berbahaya bagi kesehatan manusia.Seorang nelayan untuk mempertahankan mutu ikan hasil tangkapannya membutuhkan es batu minimal 1 : 1 berat ikan segar. Bila ikan yang ditangkap 50 kg, maka nelayan membutuhkan es batu minimal 50 kg pula. Namun dengan memanfaatkan cacahan biji buah picung, nelayan hanya membutuhkan 1 kg cacahan biji buah picung untuk 50 kg ikan segar.
6.     Pengeringan
Selain menggunakan bahan pangan alami, pengawetan bahan pangan juga bisa dilakukan dengan metode pengeringan. Pengeringan adalah cara pengawetan bahan makanan paling praktis, aman, murah dan sehat. Hampir semua bahan pangan baik sayuran, buah, kacang-kacangan hingga daging dapat diawetkan dengan metode pengeringan. Tujuannya adalah mengurangi sebagian air dalam bahan pangan hingga 10-15 % sehingga mikroorganisme pembusuk tidak dapat hidup.Metodenya bisa dengan cara pengeringan menggunakan sinar matahari maupun panas oven. Bahan pangan yang dikeringkan seperti ubi, sayuran dan buah diiris tipis-tipis kemudian dijemur atau dioven dalam suhu rendah (di bawah 40 derajat celcius) hingga kering. Selanjutnya bahan pangan tinggal disimpan di tempat yang sejuk, kering dan tertutup rapat. Bahan pangan yang dikeringkan biasanya bertahan hingga 1 bulan.
7.     Karagenan
Keragenan adalah bahan alami pembentuk gel yang dapat digunakan untuk mengenyalkan bakso dan mie basah sebagai bahan alternatif yang aman pengganti borax. Karagenan dihasilkan dari rumput laut Euchema sp yang telah dibudidayakan di berbagai perairan Indonesia. Dijelaskannya bahwa setiap 1 kilogram bakso membutuhkan 0,5 – 1,5 gram karagenan untuk mengenyalkannya. Di pasaran 0,5 – 1,5 gram karagenan dijual dengan harga Rp750 sampai Rp900. Karagenan dalam industri sering dijadikan bahan campuran kosmetik, obat-obatan, es krim, susu, kue, roti dan berbagai produk makanan. 
8.     Gambir
Tanaman gambir (Uncariae Romulus et Uncus) di Indonesia daun dan getahnya digunakan untuk bahan kelengkapan untuk menyirih. Tanaman yang termasuk keluarga Rubiaceae ini juga sering digunakan untuk obat luka bakar, sakit kepala, diare, disentri, sariawan, dan sakit kulit, serta bahan penyamak kulit dan bahan pewarna tekstil.Secara alami para produsen makanan sering menggunakan tanaman yang daunnya berbentuk bujur sangkar dengan permukaan licin ini untuk pengawet makanan. Pasalnya, dalam daun ini terdapat sebuah kandungan katekin yang dapat mengawetkan makanan dari kerusakan akibat mikroorganisme dan degradasi reaksi oksidasi (penyebab basi).
9.     Kitosan
Kitosan atau chitosan dihasilkan dari chitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Perbedaan antara kitin dan kitosan adalah pada setiap cincin molekul kitin terdapat gugus asetil (-CH3-CO) pada atom karbon kedua, sedangkan pada kitosan terdapat gugus amina (-NH). Kitosan dapat dihasilkan dari kitin melalui proses deasetilasi yaitu dengan cara direaksikan dengan menggunakan alkali konsentrasi tinggi dengan waktu yang relatif lama dan suhu tinggi.Chitosan adalah biopolimer yang mempunyai keunikan yaitu dalam larutan asam, kitosan memiliki karakteristik kation dan bermuatan positif, sedangkan dalam larutan alkali, kitosan akan mengendap.
10.  Wortel

Wortel mengandung antioksidan yakni betakaroten yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Caranya cukup mudah, wortel diblender, lalu diperas. Senyawa betakaroten menjadi antioksidan untuk mencegah dan menghambat ketengikan makanan yang diakibatkan udara dan mikroorganisme.

11. Lidah Buaya

Daging lidah buaya yang berupa gel bekerja melalui kombinasi dari beberapa mekanisme. Gel, yang sebagian besar terdiri dari polisakarida, berperan menghalangi kelembaban dan oksigen yang dapat mempercepat pembusukan makanan. Tetapi gel juga meningkatkan keamanan pangan. Gel lidah buaya mengandung beragam antibiotik dan anti cendawan yang berpotensi memperlambat atau menghalangi mikroorganisme yang mengakibatkan keracunan makanan pada manusia karena makanan yang sudah membusuk.
Metode pengawetan makanan baik yang alami atau yang buatan akan mempengaruhi kualitas gizi yang terkandung, terutama vitamin dan mineral – zat gizi yang mudah rusak jika diawetkan dalam jangka waktu lama. Oleh karena itu, mengkonsumsi bahan pangan segar adalah cara terbaik untuk mendapatkan asupan nutrisi optimal.



Senin, 25 Januari 2016

Tugas KKPI Pengawasan Mutu Noodle "Migelas"

PENGAWASAN MUTU NOODLE


Proses produksi “Migelas” terdiri dari beberapa tahap, yaitu pembuatan larutan alkali, mixing, pressing, slitting, steaming, cutting, frying, cooling, packing, dan cartoning.
Pembuatan larutan alkali
 Mixing
Pressing
Slitting
Steaming
Cutting
Frying
Cooling
 Packing
Finish Good

1. Pembuatan larutan alkali
            Larutan alkali merupakan campuran dari beberapa bahan seperti air alkali, CMC, garam, dam emulisifier. Sebelum dimasukkan ke dalam tangki alkali, bahan pembuat larutan alkali harus ditimbang terlebih dahulu sesuai standar PT Dellifood Sentosa Corpindo. Setelah dilakukan penimbangan, semua bahan tersebut dimasukkan ke dalam bak pengaduk dan didalam bak pengaduk semua bahan tersebut akan diaduk rata sehingga menjadi homogen. Setelah itu, larutan alkali dibawa menuju tangki alkali dan didalam tangki alkali larutan alkali juga mengalami pengadukan. Pengadukan didalam tangki alkali selama 30 menit, kemudian larutan alkali dipindahkan kedalam tangki pendingin yang memiliki chiller agar mempertahankan suhu larutan agar berada di suhu max. 19oC. Standar pH untuk larutan alkali adalah 9,5-12. Satu kali pengadukan dalam tangki alkali dapat digunakan untuk 30 batch. Beberapa permasalahan yang mungkin terjadi dalam pembutan larutan alkali adalah timbangan berat formula tidak sesuai dengan standar, produk terkontaminasi, kemasan produk rusak atau sobek, hasil adukan alkali tidak homogen, dan suhu larutan alkali tidak standar (max. 19oC).

2. Mixing
            Mixing adalah proses pembuatan adonan dengan mencampurkan larutan alkali dengan tepung tapioka dan tepung terigu. Tepung terigu yang digunakan ada 2 jenis yaitu terigu medium terigu soft. Tepung yang akan dicampur dengan laturan alkali akan diayak terlebih dahulu dengan menggunakan alat yang bernama shifter dengan ukuran 40 mesh. Shifter harus dicek setiap akhir shift untuk mengetahui keutuhan dari shifter tersebut. Proses mixing dilakukan selama 20 menit. Adonan yang sudah dimixing akan ditampung didalam feeder. Standar moisture content pada adonan adalah 29-34%. Permasalahan yang mungkin terajadi dalam proses mixing adalah adonan tidak homogen dan adonan kering.

3. Pressing
            Adonan yang berada di feeder kemudian diubah menjadi bentuk lembaran  menggunakan roll press. Proses ini berfungsi untuk menghasilkan lembaran yang lembut dan elastis.   Ketebalan adonan berkisar 0,73-0,75 mm untuk produk “Migelas”. Untuk mencapai ketebalan tersebut, ketebalan adonan dicek dengan menggunakan alat thickness guard. Permasalahan yang mungkin terjadi adalah ketebalan adonan tidak sesuai dengan standar, terjadi keretakan pada adonan, dan lembaran yang dihasilkan terdapat lubang-lubang kecil. Untuk menanggulangi masalah tersebut maka diperlukan pengaturan ulang terhadap kerenggangan rol press agar dapat menghasilkan adonan yang sesuai dengan standar PT Dellifood Sentosa Corpindo.

.4. Slitting
            Slitter merupakan alat yang digunakan untuk membuat untaian sehingga menjadi bentuk mie. Pada proses ini, lembaran adonan dibagi menjadi 6 sisir untuk produk “Migelas”. Jumlah untain mie “Migelas” masing-masing line berbeda. Untain mie tiap line berbeda dikarenakan mesin yang dipakai pada tiap line memiliki spesifikasi berbeda-beda. Dalam pembentukan untain mie dapat menghasilkan untaian mie yang kurang bagus, maka dari itu diperlukan dilakukan pengecekan terhadap slitter atau mungkin melakukan penggantian slitter.

5. Steaming
            Lembaran mie yang sudah menjadi untaian mie kemudiam dilanjutkan dengan proses steaming. Pada proses steaming, yang perlu diperhatikan adalah tekanan dan waktu steaming. Tekanan yang digunakan pada proses steaming  adalah 0,15-0,5 km/cm2 dan waktu yang steaming berkisar 2-3,5 menit untuk produk “Migelas”. Pada proses ini berfungsi untuk membuat mie menjadi matang dan menyebabkan terjadinya gelatinisasi. Proses gelatinisasi dapat meningkatka volume pada mie dan membuat ikatan pada mie menjadi kuat sehingga tidak mudah putus. Permasalahan yang sering terjadi adalah mie menjadi terlalu matang atau mie mentah. Mie yang terlalu matang atau mentah dapat di recycle dan digunakan kembali pada proses produksi selanjutnya dengan mencampurkan hasil recycle pada proses mixing.

6. Cutting
            Setelah terbentuk untain mie, maka mie tersebut dipotong dengan menggunakan mesin cutting dan dicetak. Pada saat cutting, kecepatan mesin harus dikontrol yaitu pada kecepatan 79-80 agar mie yang dihasilkan sesuai dengan standar. Berat mie basah juga harus dikontrol yaitu berkisar 31-34 gram untuk produk “Migelas”. Pada mesin cutting terdapat 12 cetakan mie yang berbentuk lingkaran untuk cetakan produk “Migelas”.

7. Frying
            Mie yang sudah dicetak akan menuju proses selanjutnya yaitu frying. Proses frying berlangsung selama 2-3,5 menit dengan menggunakan suhu awal (T1) 142o -160o C dan suhu akhir (T2) 152o – 160o C. kapasitas minyak yang digunakan untuk penggorengan adalah 2500 liter. Agar minyak yang digunakan tidak mudah rusak maka dilakukan penambahan TBHQ. Minyak yang digunakan untuk menggoreng pasti akan berkurang jika digunakan terus-menerus. Penambahan minyak dilakukan setiap 1 jam sebanyak ±100 liter. Untuk menghasilkan produk yang berkualitas baik, penggunaan minyak untuk menggoreng sangat perlu diperhatikan. Area frying dihubungkan dengan 3 tangki minyak yaitu minyak bisa pakai, minyak baru, dan minyak rusak/ rejeck. Pemilihan minyak ditentukan berdasarkan nilai PV dan FFA (free fatty acid). Nilai PV max. 0,5% dan nilai FFA max. 10%. Proses frying  sangat diperlukan karena berfungsi untuk membunuh mikroba dan menurunkan kadar air pada mie sehingga mie dapat bertahan selama 9 bulan. Permasalahan yang mungkin terjadi dalam proses ini adalah terjadi kontaminasi pada mie dan temperatur yang digunakan untuk menggoreng terlalu tinggi atau terlalu rendah sehingga tidak sesuai dengan standar.

8. Cooling
            Mie blok yang sudah mengalami proses frying kemudian  didinginkan dengan menggunakan mesin cooling.Pada proses ini alat yang digunakan adalah fan atau blower. Pada proses ini dilakukan pengecekan terhadap berat mie yaitu 22,5-23,5 gram untuk produk “Migelas”. Proses cooling berfungsi untuk mendinginkan mie blok sebelum dilakukan pengemasan sehingga mikroorganisme tidak tumbuh pada produk. Mie blok yang sudah dilakukan proses cooling akan melewati metal detector yang berfungsi untuk menghindari produk dari bahan logam yang berbahaya.

9. Packing
            Untuk pengemasan “Migelas” menggunakan pengemas yang bernama cello. Ada 3 jenis cello, yaitu inner, outer, dan cello bumbu. Cello inner berfungsi untuk mengemas mie blok. Cello outer berfungsi untuk membungkus “Migelas” dalam kemasan bag. Cello bumbu berfungsi untuk membungkus bumbu untuk “Migelas”. Cello  yang dikirim oleh supplier akan dicek terlebih dahulu sebelum masuk ke gudang PT Dellifood Sentosa Corpindo. Setiap supplier memiliki CoA yang sudah sesuai dengan standar PT Dellifood Sentosa Corpindo. Pengawasan mutu yang dilakukan untuk cello antara lain berat cello, keadaan fisik cello, berbau atau tidak, warna, ketebalan, dan bonding cello. Cello yang sudah melalui pengawasan mutu akan digunakan sebagai pengemas “Migelas”. Sebelum dikemas, dilakukan pengawasan terhadap mie blok agar mie blok yang dikemas tidak mengalami kerusakan seperti mie blok masih basah, terlalu coklat, dan keutuhan mie blok. Bumbu yang yang digunakan untuk “Migelas” langsung dimasukkan kedalam kemasan “Migelas” karena bumbu sudah dikemas dalam kemasan sachet. Bumbu “Migelas” yang akan dikemas perlu dilakukan pengawasan karena mungkin saja dalam sachet tidak berisi bumbu. “Migelas” yang sudah dikemas akan diberi kodifikasi. Dalam satu kemasan “Migelas” berisikan satu mie blok dan 1 sachet bumbu.  
             “Migelas” yang sudah dikemas kemudian dimasukkan kedalam kardus. Satu kardus terdiri dari 12 renceng yang setiap renceng berisi 10pcs “Migelas”. Pada karton juga terdapat kodifikasi. Proses pengartonan menggunakan lakban
10.    Pengawasan Mutu Finish Good

            PT Dellifood Sentosa Corpindo juga menerapkan uji panel yang dilakukan oleh bagian QC maupun karyawan lain yang sudah lulus uji panel. Uji panel dilakukan setiap hari dengan mengambil 2 sampel untuk setiap variant.  QC juga melakukan pengecekan pada kemasan “Migelas”. Kualitas hasil packaging dicek dengan menggunakan vakum untuk mengetahui terjadi kebocoran atau tidak pada kemasan. Pengecekan ensile, longsiler, porporasi, dan kekuatan rencengan juga perlu dilakukan. Selain itu, kodifikasi yang tertera pada kemasan juga sangat penting. 

Kamis, 26 Februari 2015

Ini Ajah :D

Makalah mikrobiologi teknik aseptis,uji sterilitas,uji potensi antibiotik dan potensi desinfektan

Disusun oleh
Imron sholeh saputra/2k2/16

SMK NEGERI 1 (STM PEMBANGUNAN)
TEMANGGUNG
2013/2014





1. TEKNIK ASEPTIS
1. PENGERTIAN TEKNIK ASEPTIS
          Teknis aseptis merupakan suatu teknis yang dilakukan dalam pemindahbiakan bakteri agar bakteri yang dibiakan tidak mengalami kontaminasi, dengan teknis aseptis diharapkan bakteri yang dipindahbiakan mempertahankan kemurniannya.
            Teknik aseptik sangat diperlukan untuk menghindarkan mikroorganisme dari kontaminan yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Teknik aseptis digunakan sepanjang kegiatan berlangsung, baik alat, bahan, lingkungan sekitar maupun praktikannya. Untuk alat dan bahan praktikum dapat diterapkan metode sterilisasi. Penguasaan teknik aseptik ini sangat diperlukan dalam keberhasilan laboratorium mikrobiologi dan hal tersebut merupakan salah satu metode permulaan yang dipelajari oleh ahli mikrobiologi.  
B.   MACAM-MACAM TEKNIK ASEPTIS
1)    Sterilisasi secara mekanik (filtrasi)
Sterilisasi secara mekanik menggunakan teknik penyaringan. Filtrasi atau penyaringan adalah proses memisahkan partikel yang tidak larut dari suatu cairan atau gas dengan cara melewatkan cairan atau gas tersebut melalui suatu medium yang porous sehingga medium ini akan membiarkan cairan atau gas tersebut lewat. Pada umumnya cara ini dikerjakan untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, misalnya serum darah, antibiotika, dan gula sederhana. Oleh karena itu cara ini sering dikenal dengan nama sterilisasi cara dingin.
            Macam-macamnya :
a.       Sterilisasi dengan Berkefeld filter ( filter organik )
Berkefeld filter yaitu suatu alat saring dengan tanah diatomae sebagai elemen penyaring yang mempunyai porositas bervariasi dari kasar(V) sampai halus(W), dannormal(N). filter tersebut digunakan untuk menyaring air minum dan biasanya porositas elemen penyaring yang dipakai adalah normal(N)dan halus(W).

b.      Sterilisasi dengan Seitz filter
Seitz filter digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan mensterilkan bahan-bahan dalam bentuk cairan yang tidak tahan panas sama sekali. Antara lain toksin, antibiotika dan serum darah.
Seitz filter terbuat dari logam baja anti karat(stainless steel) dilengkapi dengan filter asbes yang steril. Elemen filter tersebut dikemas dan diletakkan di antara penyangga dan mudah diganti dengan filter yang baru. Untuk penyaringan diperlukan tekanan  kurang lebih 20-90cmHg. Oleh karena itu, alat ini harus dilengkapi dengan pompa vakum, dengan maksud untuk mempercepat penyaringan.

Keuntungan dari sterilisasi dengan cara mekanik, antara lain:
  Bahan yang tidak tahan pemanasan dapat disterilkan dengan cara ini.
  Dapat digunakan untuk mensterilkan larutan dalam jumlah kecil karena dapat digunakan filterdengan kapasitas kecil.
  Proses sterilisasi relatif cepat.
  Semua mikroba hidup maupun mati dapat dihilangkan dari larutan.
Kerugian dari sterilisasi ini adalah :
  Relatif mahal, terutama jika peralatan filtrasi tidak dapat dipakai ulang.
  Ada beberapa penyaring yang sukar dicuci, misalnya penyaring porcelein.
  Penyaringan bakteri yang terbuat dari asbestos, misalnya seitz EK dapat memberikan reaksi alkalis pada filtrat, karena  membebaskan bagian serta filternya.
  Adanya adsorpsi daripenyaring merugikan terutama untuk bahan dalam jumlah sedikit.
2)    Sterilisasi secara fisik
a)      Sterilisasi secara fisik menggunakan metode pemanasan
Pada umumnya dikerjakanuntuk bahan dan alat tahan panas. Sterilisasi dengan panas merupakan metode yang relatif efisien, dapat dipercaya, dan relatif tidak mahal.Mikroorganisme dapt tumbuh pada berbagai temperatur, tetapi pertumbuhannya dapat dihambat atau dihentikan bila suhu tumbuhnya diubah. Bila suhu tumbuhnya maksimum dinaikkan, maka akan terjadi perubahan molekul organiknya sehingga mikrobe tersebut akan mati.
Sterilisasi dengan pemanasan ada dua macam, yaitu :
1)      Sterilisasi dengan pemanasan kering
Prinsip kerja dengan pemanasan kering adalah menyebabkan denaturasi protein dan efek toksik akibat kenaikan kadar elektrolit dalam pembunuhan kuman.
Teknik sterilisasi dengan pemanasan kering :
1.      Pembakaran Langsung
Teknik pembakaran langsung merupakan teknik sterilisasi tercepat dan 100% efektif. Kelemahan teknik ini terbatas pada penggunaannya. Caranya yaitu dengan membakar peralatan samai pijar.
Cara ini dapat menggunakan api gas tidak berwarna atau pembakar spirtus. Caranya sangat sederhana, cepat dan menjamin sterilitas dari bahan yang disterilkan. Namun, penggunaannya sangat terbatas hanya pada beberapa alat saja.
Alat-alat yang dapat disterilkan dengan cara ini adalah:
a.       Pincet
b.      Penjapit
c.       Kroes
d.      Alat dari gelas/porcelin
e.       Batang pengaduk
f.       Kaca arloji
g.      Mulut wadah
h.      Mortil dan stamfer
2.      Penyeterilan memakai udara panas(kering)
Sterilisasi dengan udara panas dianjurkan apabila penggunaan uap bertekanan tidak dikehendaki atau bila terjadi kontak antara uap bertekanan dengan benda yang akan disterilkan. Sterilisasi dengan cara ini memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan cara pembakaran secara langsung, karena energi panas sulit menetrasi bahan yang akan disterilkan.
Cara ini digunakan untuk mensterilkan bahan/alat yang tidak dapat di sterilkan dengan cara pemijaran atau karena sifat fisiknya tidak dapat di sterilkan dengan uap air yang diakibatkan oleh sukarnya di tembus oleh uap air. Cara sterilisasi ini berdasarkan oksidasi dengan lemari pengering(Hot Air Sterilizer) dan dengan gas atau listrik melalui Oven.
Alat-alat yang dapat disterilkan dengan cara ini adalah:
a)      Cawan petri
b)      Pipet
c)      Siring
d)     Instrumen
e)      Jarum
f)       Alat suntik
g)      Bahan-bahan seperti gliserin, parafin petrolatum, perban petrolatum, serbuk sulfonamida, dan materi-materi lainnya.
2)      Sterilisasi dengan pemanasan basah
Ada beberapa cara sterilisasi yang sering digunakan, diantaranya:
1.      Dimasak dengan air
Pada prinsipnya cara ini hanya merebus bahan/alat yang akan disterilkan dalam jangka waktu tertentu, dihitung sejak air mulai mendidih. Teknik pendidihan dengan air akan dapat membunuh mikroorganisme dengan cara mengkoagulasikan dan mendenaturasikan protein sel mikrobe.
Sebelum direbus, alat-alat harus bersih dari segala kotoran, seperti feses dan darah dengan perendaman dalam air terlebih dahulu. Hampir semua bentuk vegetatif sel bakteri akan hancur dalam waktu beberapa detik setelah perebusan. Tetapi hal ini tidak berlaku untuk spora seperti jamur, kista Protozoa, dan beberapa virus seperti virus hepatitis.
2.      Tindalisasi ( sterilisasi fraksi / sterilisasi intermitten )
Metode ini dengan mendidihkan medium dengan suhu 1000C dengan uap beberapa menit saja, selama 3 hari berturut-turut. Alat yang digunakan adalah Arnold Stelizer.
Sterilisasi dengan cara ini juga dapat menggunakan alat yang menyerupai dandang. Cara ini belum menjamin sterilitas bahan terutama bagi spora-spora yang berdaya tahan besar.
3.      Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah suatu cara desinfektan dengan pemanasan yang pertama kali dilakukan oleh pasteur dengan maksud mengurangi jumlah mikroorganisme pembusuk 9 perusak ) di dalam anggur tanpa merusak anggur tersebut. Cara ini terutama dipakai untuk sterilisasi yang tidak tahan pemanasan tinggi, atau bahan-bahan yang karena keadaan fisiknya tidak mungkin disterilkan dengan cara penyaringan bakteri.
4.   Dengan uap air jenuh bertekanan tinggi(autoklaf)
Cara ini memberikan jaminan sterilitas yang terbaik untuk alat-alat atau bahan yang di sterilkan. Keberhasilan sterilisasi dengan autoklaf sangat tergantung pada kualitas uap air. Kualitas uap air adalah berat dari uap kering yang terdapat dalam campuran dari uap air jenuh dan air.
Prinsip kerja autoklaf sama dengan “pressure cooker:” ketika molekul air menjadi panas, maka daya penetrasinya bertambah. Alat-alatdan bahan yang akan disterilakan sebaiknya ditempatkan dalam beberapa botol yang agak kecil daripada dikumpulkan dalam satu botol yang besar.
b)      Sterilisasi secara fisik menggunakan metode pembekuan
                        Suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan cara megninaktifkan enzim-enzim yang berperan dalam proses metabolisme mikrobe tersebut. Proses pembekuan dapat menimbukan partikel-partikel es di dalam sel mikroorganisme, sehingga dinding sel mikrobe menjadi rusak. Tetapi proses pembekuan tidak efektif untuk membasmi spora.
c)      Sterilisasi secara fisik menggunakan metode pengeringan ( desikasi )
                                    Sterilisasi dengan pengeringan akan dapat menghentikan atau mengurangi akyivitas metabolik dan kemudian diikuti kematian mikrobe.
d)      Sterilisasi secara fisik menggunakan metode liofilisasi
                        Dengan teknik ini, mikroorganisme diberi perlakuan dehidrasi yang ekstrim dalam keadaan beku dan kemudian ditutup rapat dalam keadaan vakum. Sebenarnya liofilisasi lebih merupakan proses pengawetan daripada pembasmian mikroorganisme.
e)      Sterilisasi secara fisik menggunakan metode radiasi
  Sterilisasi dengan Sinar Ultra Violet
  Sterilisasi dengan Sinar X
  Sterilisasi dengan Sinar Gamma
  Sterilisasi dengan Sinar Katode
3)    Sterilisasi secara kimia
Sterilisasi secara kimia yaitu dengan penambahan zat-zat tertentu yang umumnya berupa zat-zat kimia. Sterilisasi dengan cara ini tidak selalu mematikan seluruh mikroba, terutama mikroba dalam bentuk spora tidak terbasmi keseluruhan, oleh karena itu cara ini lebih tepat dinamakan pencuci-hamaan. Sterilisasi dengan cara ini biasanya hanya diperuntukkan sterilisasi ruangan atau jenis peralatan tertentu saja. Bahan-bahan kimia yang banyak digunakan dalam proses sterilisasi ini adalah termasuk golongan:
a.       Pencuci hama
b.      Bakterisida
c.       Fungisida
d.      Antiseptika : Kerja zat kimia tersebut alah melawan infeksi atau mencegah pertumbuhan atau kerja mikroorganisme dengan cara menghancurkannya atau menghambat pertumbuhannya.
e.       Bakteriostatika
f.       Fungistatika
g.      Antibiotika
h.      Disinfeksi : Membunuh organisme-organisme patogen, kecuali spora kuman dengan fisik dan kimiawi, dilakukan terhadap benda mati.
i.        Desinfektan : Merupakan agen yang sangat toksik terhadap semua jenis mikroba. Efektivitasnya terutama ditentukan oleh berbagai kondisi sewaktu digunakan.



2. UJI STERILITAS
1. PENGERTIAN UJI STERILITAS
          Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba baik yang patogen maupun yang tidak patogen baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk spora.
            Uji sterilitas merupakan suatu cara pengujian untuk mengetahui suatu sediaan atau bahan farmasi atau alat-alat kesehatan yang dipersyaratkan harus dalam keadaan steril. Dengan demikian sediaan dan peralatan tersebut harus bebas dari mikroorganisme. Jadi, hanya dikenal sediaan dan peralatan tersebut steril atau tidak steril, tidak ada istilah hampir atau setengah steril.
1. Analisis Mikrobiologi Farmasi : 179
Pengujian sediaan farmasi steril dan alat kesehatan ini merupakan suatu cara pengujian untuk mengetahui suatu sediaan/bahan Farmasi atau alat-alat kesehatan yang dipersyaratkan harus dalam keadaan steril.
2. Lachman : 136
Uji sterilitas dilakukan terhadap produk dan bahan yang sebelumnya telah mengalami proses pensterilan yang telah diberlakukan. Hasilnya membuktikan bahwa prosedur sterilisasi dapat diulang secara efektif. Tetapi umumnya disetujui bahwa kontrol yang dilaksanakan selama proses validasi memberikan jaminan telah efektifnya proses sterilisasi. Uji ini dilakukan terhadap sampel yang dipilih untuk mewakili keseluruhan lot bahan tersebut. Sampel bisa diambil dari kemasan atau wadah akhir suatu produk, atau sebagian bagian dari tangki bulk cairan atau dari bahan bulk lainnya.
2. TUJUAN UJI STERILITAS
          Menurut Farmakope edisi IV (1995), uji sterilitas digunakan untuk menetapkan apakah suatu bahan/sediaan farmasi yang diharuskan steril memenuhi syarat sesuai dengan uji sterilitas seperti yang tertera pada masing-masing monografi, diaman untuk penggunaannya sesuai dengan prosedur pengujian sterilitas sebagai bagian dari pengawasan mutu pabrik, seperti yang tertera dalam sterilisasi dan jaminan sterilitas bahan.
            Menurut PTM : 145 tujuan dari uji sterilitas adalah untuk menjamin bahwa produk yang melalui proses pembuatan itu tidak mengandung mikroorganisme atau faktanya terkontaminasi. Uji sterilisasi sebenarnya dilakukan untuk menentukan seluruh kemasan yang telah disterilkan. Penggunaan teori diinginkan untuk menunjukkan sterilisasi telah berkembang sejak 50 atau 60 tahun. Masalah bahwa produk steril diinginkan steril – bebas dari semua bentuk mikroorganisme secara definisi dan secara status. Metode valid telah berkembang untuk uji produk steril. Namun demikian, produk yang diuji tidak dapat dipasarkan. Kenyataannya. Tidak realistis untuk menguji semua unit lot. Uji sampel lot menjadi dibutuhkan. Menganggap metode sterilisasi sempurna (yang mana tidak), sampling menjadi latihan statistik yang meninggalkan keraguan. Contohnya, jika ukuran lot 5000 wadah dan setelah proses sterilisasi, 450 wadah (1% ukuran lot), terkontaminasi, ini akan menjadi perlu untuk menguji sampel random 32 wadah dengan 95% kemungkinan terdeteksi. Farmakope mengisyaratkan sampel 20 wadah yang diuji untuk tiap lot, oleh karena itu, jumlah bagian yang ditemukan terkontaminasi adalah sedikit pada batch. Kenyataannya, tujuan uji sterilisasi hanya menentukan ada atau tidak batch yang telah terkontaminasi setelah proses sterilisasi.
3. METODE UJI STERILITAS
ý FI III : 889
Pengujian dilakukan dengan teknik aseptis yang cocok.
Percontoh : Kecuali dinyatakan lain, digunakan jumlah bagian percontoh seperti tertera pada Daftar I, tidak termasuk bahan percontoh yang digunakan untuk menetapkan efektivitas pemberian.
Daftar I
Jumlah wadah dalam bets
Jumlah bagian sampel
Kurang dari 100
10% atau 4, diambil yang lebih besar
Tidak kurang dari 100, tidak lebih dari 500
10
Lebih dari 500
2% atau 20%, diambil yang kecil
Untuk sediaan yang disterilkan dalam otoklaf pada suhu di atas 100 oC, jumlah percontoh yang digunakan dapat dikurangi, menjadi 10. Jika isi tiap wadah 250 ml atau lebih, jumlah percontoh yang digunakan dapat dikurangi menjadi 3. Jika isi tiap wadah kurang 1 ml cairan atau kurang dari 50 mg zat padat, maka jumlah percontoh yang digunakan adalah 3 kali jumlah yang tertera pada Daftar I.
Daftar II
Jumlah zat uji dalam wadah
Jumlah zat yang diperlukan untuk
Uji kuman
Uji jamur dan ragi
Cairan
Kurang dari 1ml
Semua isi
Semua isi
Tidak kurang dari 1 ml
Tidak kurang dari 4 ml
Separuh isi
Separuh isi
Tidak kurang dari 4 ml
Tidak kurang dari 20 ml
2 ml
2 ml
Lebih dari 20 ml
10% dari isi
10% dari isi
Padat
Kurang dari 50 mg
Semua isi
Semua isi
Tidak kurang dari 50 mg
Tidak lebih dari 200 mg
Separuh isi
Separuh isi
Lebih dari 200 mg
100 mg
100 mg
ý FI IV : 858
Prosedur pengujian terdiri dari (1) inokulasi langsung ke dalam media uji dan (2) teknik penyaringan membran. Uji sterilitas untuk bahan Farmakope, jika mungkin menggunakan penyaringan membran, merupakan metode pilihan. Prosedur ini terutama berguna untuk cairan dan serbuk yang dapat larut yang bersifat bakteriostatik atau fungistatik, untuk memisahkan mikroba kontaminan dari penghambat pertumbuhan. Prosedur harus divalidasi untuk penggunaan tersebut. Dengan alasan yang sama, cara ini sangat berguna untuk bahan seperti minyak, salep, atau krem yang dapat melarut ke dalam cairan pengencer bukan bakteriostatik atau bukan fungistatik. Penggunaannya juga untuk uji sterilitas permukaan atau lumen kritis alat-alat kesehatan.
Karena sifat bahan yang akan diuji bervariasi dan faktor lain yang mempengaruhi pada waktu melakukan uji sterilitas, maka perlu diperhatikan ketentuan berikut dalam melakukan uji sterilitas.
                                                  






3. UJI POTENSI ANTIBIOTIK DAN POTENSI DESINFEKTAN ( KOEFISIEN FENOL )
1. PENGERIAN UJI POTENSI ANTIBIOTIK DAN POTENSI

    DESINFEKTAN ( KOEFISIEN FENOL )

            Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam praktek sehari - hari AM sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamida dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik.

            Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian. Dalam pengertian lain, desinfektan adalah suatu bahan yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan suatu mikroorganisme terutama mikroba atau bakteri pathogen atau membahayakan yang terdapat pada benda mati.
            Koefisien fenol adalah perbandingan ukuran keampuhan suatu bahan antimikrobial dibandingkan dengan fenol. Fenol dijadikan pembanding karena fenol sering digunakan untuk mamtikan mikroorganisme. Koefisien fenol yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa bahan antimikrobial tersebut kurang efektif dibandingkan fenol. Sebaliknya, apabila koefisien fenol lebih dari 1 artinya bahan mikrobial tersebut lebih ampuh daripada fenol.
            Koefisien fenol ditentukan dengan cara membagi pengenceran tertinghi dari fenol yang mematikan mikroorganisme dalam sepuluh menit tetapi tidak mematikannya dalam lima menit terhadap pengenceran tertinggi bahan antimikrobial yang mematikan mikroorganisme dalam sepuluh menit tetapi tidak dalam lima menit.
            Fenol adalah salah satu contoh disinfektan yang efektif dalam membunuh kuman. Pada konsentrasi rendah, daya bunuhnya disebabkan karena fenol mempresipitasikan protein secara aktif, dan selain itu juga merusak membran sel dengan menurunkan tegangan permukaannya. Dengan persetujuan para ahli dan peneliti, fenol dijadikan standar pembanding untuk menentukan aktivitas sesuatu disinfektan.
            Dalam uji potensi desinfektan digunakan metode Difusi Cakram. Difusi adalah perpindahan zat (cair, gas atau zat-zat padat) dari larutan yang berkadar tinggi ke larutan berkadar rendah, sehingga kerapatan atau kadar larutan tersebut sam dimana-mana. Sedangkan cakram adalah sebuah bentuklingkaran yang mengelilingi sesuatu.
            Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses sterilisasi.
            Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi umumnya dikelompokkan ke dalam golongan aldehid atau golongan pereduksi, yaitu bahan kimia yang mengandung gugus -COH; golongan alkohol, yaitu senyawa kimia yang mengandung gugus -OH; golongan halogen atau senyawa terhalogenasi, yaitu senyawa kimia golongan halogen atau yang mengandung gugus -X; golongan fenol dan fenol terhalogenasi, golongan garam amonium kuarterner, golongan pengoksidasi, dan golongan biguanida.
            Antibiotika yang ideal sebagai obat harus memenuhi syarat - syarat berikut :

1. Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotic)

2. Tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari mikroorganisme pathogen

3. Tidak menimbulkan pengaruh samping (side effect) yang buruk pada host, seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi lambung, dan sebagainya

4. Tidak mengganggu keseimbangan flora yang normal dari host seperti flora usus atau flora kulit.

B. TUJUAN UJI POTENSI ANTIBIOTIK DAN POTENSI

    DESINFEKTAN ( KOEFISIEN FENOL )

          uji koefisien fenol adalah untuk mengevaluasi daya anti mikroba suatu desinfektan dengan memperkirakan potensi dan efektifitas desinfektan berdasarkan konsentrasi dan lamanya kontak terhadap kuman dan membandingkannya terhadap fenol standard yang disebut koefisien fenol.



C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UJI POTENSI ANTIBIOTIK

    DAN POTENSI DESINFEKTAN ( KOEFISIEN FENOL )

Faktor-faktor yang mempengaruhi potensi Desinfektan:
1.      Konsentrasi bahan
Banyak bahan-bahan yang bersifat letal apabila digunakan dalam konsentrasi yang tinggi, tetapi ada pula dalam konsentrasi yang rendah sudah mampu menghambat pertumbuhan dan bahkan membunuh berbagai jenis mikroorganisme.
2.      Waktu
Jika bakteri berpapar dengan agen bakterisidal spesifik tertentu, walaupun pada dosis yang berlebihan, tidak semua mikroba akan mati seketika, akan tetapi lebih cenderung terjadi penurunan jumlah populasi atau proses kematian secara gradual.
3.      pH
Konsentrasi ion hydrogen sangat berpengaruh mikroba maupun bahan desinfektan. Apabila populasi bakteri dalam bentuk suspense dalam media kultur dalam pH 7,0 maka bakteri tersebut memiliki muatan negative. Dengan meningkatnya pH maka akan meninkat pula muatannya. Selanjutnya akan mempengaruhi konsentrasi efektif dari desinfektan yang digunakan terutama yang bekerja pada dinding sel mikroba.
4.      Suhu
Pada suhu rendah, setiap peningkatan 10 derajat suhu, akan meningkatkan derajat kematian mikroba sebesar 2 kali dan apabila menggunakan fenol, maka peningkatennya sebesar 5 sampai 8 kali. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam factor dan melibatkan reaksi kimia yang kompleks.
5.      Asal mikroorganisme
Efektivitas desinfektan tergantung pula pada sifat-sifat dari mikroorganisme yang digunakan dalam pengujian. Yang terpenting dalam hal ini adalah spesies mikroba, fase pertumbuhan dalam kultur dan bentuk mikroba itu sendiri.
6.      Keberadaan bahan lain di luar mikroba
Terdapatnya bahan-bahan organic di sekitar pertumbuhan mikroba atau dalam media kultur mikroba dapat mempengaruhi aktivitas beberapa desinfektan dan cenderung menurunkan aktivitasnya
D. MACAM MACAM UJI POTENSI ANTIBIOTIK

    DAN POTENSI DESINFEKTAN ( KOEFISIEN FENOL )

Macam-macam desinfektan yang digunakan:
1. Golongan aldehid
 Bahan kimia golongan aldehid yang umum digunakan antara lain formaldehid, glutaraldehid dan glioksal. Golongan aldehid ini bekerja dengan cara denaturasi dan umum digunakan dalam campuran air dengan konsentrasi 0,5% - 5% . Daya aksi berada dalam kisaran jam, tetapi untuk kasus formaldehid
 daya aksi akan semakin jelas dan kuat bila pelarut air diganti dengan alkohol.
 Formaldehid pada konsentrasi di bawah 1,5% tidak dapat membunuh ragi dan jamur, dan memiliki ambang batas konsentrasi kerja pada 0,5 ml/m3 atau 0,5 mg/l serta bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker). Larutan formaldehid dengan konsentrasi 37% umum disebut formalin dan biasa digunakan utuk pengawetan mayat (Rismana, 2008).
 Glutaraldehid memiliki daya aksi yang lebih efektif disbanding formaldehid, Sehingga lebih banyak dipilih dalam bidang virologi dan tidak berpotensi karsinogenik. Ambang batas konsentrasi kerja glutaraldehid adalah 0,1 ml/m3 atau 0,1 mg/l. Pada prinsipnya golongan aldehid ini dapat digunakan dengan spektrum aplikasi yang luas, Misalkan formaldehid untuk membunuh mikroorganisme dalam ruangan, peralatan dan lantai, sedangkan glutaraldehid untuk membunuh virus.
 Keunggulan golongan aldehid adalah sifatnya yang stabil, persisten, dapat dibiodegradasi, dan cocok dengan beberapa material peralatan. Sedangkan beberapa kerugiannya antara lain dapat mengakibatkan resistensi dari mikroorganisme, untuk formaldehid diduga berpotensi bersifat karsinogen, berbahaya bagi kesehatan, mengakibatkan iritasi pada sistem mukosa, aktivitas menurun dengan adanya protein serta berisiko menimbulkan api dan ledakan (Rismana, 2008).

2. Golongan alkohol
 Golongan alkohol merupakan bahan yang banyak digunakan selain golongan aldehid. Beberapa bahan di antaranya adalah etanol, propanol dan isopropanol. Golongan alkohol bekerja dengan mekanisme denaturasi serta berdaya aksi dalam rentang detik hingga menit dan untuk virus diperlukan waktu di atas 30 menit. Umum dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70-90 %. Golongan alkohol ini tidak efektif untuk bakteri berspora serta kurang efektif bagi virus non-lipoid. Penggunaan pada proses desinfeksi adalah untuk permukaan yang kecil, tangan dan kulit. Adapun keunggulan golongan alkohol ini adalah sifatnya yangn stabil, tidak merusak material, dapat dibiodegradasi, kadang cocok untuk kulit dan hanya sedikit menurun aktivasinya bila berinteraksi dengan protein. Sedangkan beberapa kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap api/ledakan dan sangat cepat menguap (Rismana, 2008).

3. Golongan pengoksidasi
 Bahan kimia yang termasuk golongan pengoksidasi kuat dibagi ke dalam dua golongan yakni peroksida dan peroksigen di antaranya adalah hidrogen peroksida, asam perasetik, kalium peroksomono sulfat, natrium perborat, benzoil peroksida, kalium permanganat. Golongan ini membunuh mikroorganisme dengan cara mengoksidasi dan umum dibuat dalam larutan air berkonsentrasi 0,02 %. Daya aksi berada dalam rentang detik hingga menit, tetapi perlu 0,5 - 2 jam untuk membunuh virus. Pada prinsipnya golongan pengoksidasi dapat digunakan pada spektrum yang luas, misalkan untuk proses desinfeksi permukaan dan sebagai sediaan cair. Kekurangan golongan ini terutama oleh sifatnya yang tidak stabil, korosif, berisiko tinggi menimbulkan ledakan pada konsentrasi di atas 15 %, serta perlu penanganan khusus dalam hal pengemasan dan sistem distribusi/transport (Rismana, 2008).

4. Golongan halogen
 Golongan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium seperti larutan iodium, iodofor, povidon iodium, sedangkan senyawa terhalogenasi adalah senyawa anorganik dan organik yang mengandung gugus halogen terutama gugus klor, misalnya natrium hipoklorit, klor dioksida, natrium klorit dan kloramin. Golongan ini berdaya aksi dengan cara oksidasi dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 1-5%. Aplikasi proses desinfeksi dilakukan untuk mereduksi virus, tetapi tidak efektif untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi. Umum digunakan sebagai desinfektan pada pakaian, kolam renang, lumpur air selokan (Rismana, 2008).
 Adapun kekurangan dari golongan halogen dan senyawa terhalogenasi adalah sifatnya yang tidak stabil, sulit dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70-90 %. Golongan alkohol ini tidak efektif untuk bakteri berspora serta kurang efektif bagi virus non-lipoid. Penggunaan pada proses desinfeksi adalah untuk permukaan yang kecil, tangan dan kulit. Adapun keunggulan golongan alkohol ini adalah sifatnya yangn stabil, tidak merusak material, dapat dibiodegradasi, kadang cocok untuk kulit dan hanya sedikit menurun aktivasinya bila berinteraksi dengan protein. Sedangkan beberapa kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap api/ledakan dan sangat cepat menguap (Rismana, 2008).

5. Golongan fenol
 Senyawa golongan fenol dan fenol terhalogenasi yang telah banyak dipakai antara lain fenol (asam karbolik), kresol, para kloro kresol dan para kloro xylenol. Golongan ini berdaya aksi dengan cara denaturasi dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 0,1-5%. Aplikasi proses desinfeksi dilakukan untuk virus, spora tetapi tidak baik digunakan untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi. Umum digunakan sebagai dalam proses desinfeksi di bak mandi, permukaan dan lantai, serta dinding atau peralatan yang terbuat dari papan/kayu. Adapun keunggulan dari golongan golongan fenol dan fenol terhalogenasi adalah sifatnya yang stabil, persisten, dan ramah terhadap beberapa jenis material, sedangkan kerugiannya antara lain susah terbiodegradasi, bersifat racun, dan korosif. Golongan garam amonium kuarterner Beberapa bahan kimia yang terkenal dari golongan ini antara lain benzalkonium klorida, bensatonium klorida, dan setilpiridinium klorida (Rismana, 2008).
 Golongan ini berdaya aksi dengan cara aktif-permukaan dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 0,1%-5%. Aplikasi untuk proses desinfeksi hanya untuk bakteri vegetatif, dan lipovirus terutama untuk desinfeksi peralatannya. Keunggulan dari golongan garam amonium kuarterner adalah ramah terhadap material, tidak merusak kulit, tidak beracun, tidak berbau dan bersifat sebagai pengemulsi, tetapi ada kekurangannya yakni hanya dapat terbiodegradasi sebagian. Kekurangan yang lain yang menonjol adalah menjadi kurang efektif bila digunakan pada pakaian, spon, dan kain pel karena akan terabsorpsi bahan tersebut serta menjadi tidak aktif bila bercampur dengan sabun, protein, asam lemak dan senyawa fosfat.
 Salah satu produk yang sudah dipasarkan dari golongan ini diklaim efektif untuk membunuh parvovirus, di mana virus ini merupakan jenis virus hidrofilik
 yang sangat susah untuk dimatikan (Rismana, 2008).

6. Fenol
 Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil.
Suatu bahan diklasifikasikan sebagai antibiotika apabila (3) :
1.      Bahan tersebut merupakan produk metabolisme (alami maupun sintesis).
2.      Bahan tersebut adalah produk sintesis yang dihasilkan sebagai analog struktur suatu antibiotika yang terdapat di alam.
3.      Bahan tersebut mengantagonis pertumbuhan atau keselamatan suatu spesies mikroorganisme atau lebih.
4.      Bahan tersebut efektif dalam konsentrasi rendah.
Secara umum antibiotika terbagi atas (4) :
1.      Penisilin
      Penisilin-G dan turunannya bersifat bakterisid terhadap terutama kuman Gram-positif (khususnya Cocci) dan hanya beberapa kuman Gram-negatif. Contohnya : Benzilpenisilin, Fenoksimetilpenisilin Kloksasilin, Asam Klavulanat, Ampisilin.
2.      Sefalosporin
      Spektrum kerjanya luas dan meliputi banyak kuman Gram-positif dan Gram-negatif termasuk Escherichia coli. Berkhasiat bakterisid dalam fase pembunuhan kuman, berdasarkan penghambatan sintesa peptidoglikan yang diperlukan kuman untuk ketangguhan dindingnya. Contohnya : Sefaleksin, Sefamandol, Sefouroksin, Sefotaksim, Seftazidim, Aztreonam.
3.      Aminoglikosida
      Aktivitasnya bakterisid, berdasarkan dayanya untuk mempenetrasi dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Proses translasi (RNA dan DNA) diganggu sehingga biosintesa proteinnya dikacaukan. Efek ini tidak saja terjadi pada fase pertumbuhan juga bila kuman tidak membelah diri. Contohnya : Streptomisin, Gentamisin, Amiksin, Neomisin Paromomisin.
4.      Tetrasiklin
      Mekanisme kerja berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman. Spectrum kerjanya luas dan meliputi banyak cocci Gram-positif dan Gram-negatif serta kebanyakan bacilli, kecuali pseudomonas dan proteus. Contohnya : Tetrasiklin, Doksisiklin,
5.      Makrolida dan linkomisin
      Eritromisin bekerja bakteriostatis terhadap terutama bakteri Gram-positif, dan spectrum kerjanya mirip penisilin-G. Mekanisme kerjanya melalui pengikatan reversible pada ribosom kuman, sehingga sintesis proteinnya dirintangi. Contohnya : Eritromisin, Azitromisin, Spiramisin, Linkomisin.
  6. Polipeptida
      Khasiatnya adalah bakterisid berdasarkan aktivitas permukaannya dan kemampuannya untuk melekatkan diri pada membran sel bakteri, sehingga permeabilitas sel meningkat dan akhirnya sel meletus. Contohnya : Polimiksin B, Basitrasin, Gramsidin.
  7. Antibiotika lainnya
      Khasiatnya bersifat bakteriostatis terhadap enterobacter dan Staphylococcus aureus berdasarkan perintangan sintesa polipeptida kuman. Contohnya : Kloramfenikol, Vankomisin, Asam fusidat, Mupirosin, Spektinomisin.
Berdasarkan mekanisme kerjanya antimikroba dibagi dalam lima kelompok (5) :
1.   Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba
    Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat dan sulfon.
2.   Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba
    Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah penisilin, sfalosforin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin.
3.   Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel
    Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah polimiksin, golongan polien serta berbagai antimikroba kemoteraupetik, seperti antiseptik surface active agents.
4.   Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba
    Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah golonbgangna aminoglikosid, makrolid, linkimisin, tetrasiklin dan kloramfenikol.
5.   Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba
    Antimikroba yang termasuk kelompok ini ialah rimpisin dan golongan kuinolon

D. KRITERIA UJI POTENSI ANTIBIOTIK

    DAN POTENSI DESINFEKTAN ( KOEFISIEN FENOL )

ada 10 kriteria suatu desinfektan dikatakan ideal, yaitu :
- Bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar
- Aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur dan kelembaban
- Tidak toksik pada hewan dan manusia
- Tidak bersifat korosif
- Tidak berwarna dan meninggalkan noda
- Tidak berbau/ baunya disenangi
- Bersifat biodegradable/ mudah diurai
- Larutan stabil
- Mudah digunakan dan ekonomis
- Aktivitas berspektrum luas
 Untuk itu, setidaknya ada tiga langkah yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan desinfeksi bila ingin hasilnya baik. Pertama, harus dibasuh dengan air, dengan tujuan untuk melarutkan matriks protein. Pada tahap ini, kotoran di permukaan harus dihilangkan dengan cara digosok maupun disapu dan disemprot dengan air.Penggunaan air panas akan lebih efektif dibandingkan dengan air dingin. Kemudian yang kedua, diberi sabun atau deterjen, dengan tujuan untuk melarutkan matriks lemak. Yang terakhir, barulah dipakai desinfeksi.
E. METODE UJI POTENSI ANTIBIOTIK

    DAN POTENSI DESINFEKTAN ( KOEFISIEN FENOL )

Metode Kerja Uji Koefisien Fenol
        Cara Melakukan Uji Koefisien Fenol
Perbandingan aktivitas fenol dengan pengenceran baku terhadap aktivitas sampel dengan pengenceran tertentu, MIC ( konsentrasi terendah dimana pertumbuhan bakteri terhambat ) suatu antiseptik terhadap bakteri tertentu

Metode pegenceran bertingkat dengan mengurangi konsentrasi zat sebanyak setengah dari konsentrasi awal dengan volume yang sama
 Metode turbidimetri, menentukan takaran dengan melihat kekeruhan yang terjadi setelah percobaan dilakukan
V1 C1 = V2 C2
Hasil kali konsentrasi dengan volume senyawa yang semula digunakan adalah sama dengan hasil kali konsentrasi senyawa tersebut dalam volume setelah pengenceran.
Uji potensi antibiotika dilakukan dalam dua metode yaitu metode kertas saring (Kirby and Bauer) dan metode d’Aubert. Metode kertas saring menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan menggunakan zat-zat kimia seperti fungisida, bakterisida, dan insektisida. Dengan perlakuan fisik seperti dengan sinar UV, pemanasan yang tinggi, serta dengan perlakuan biologi seperti menggunakan mikroorganisme lain sebagai antagonis. Metode d’Aubert yaitu metode yang digunakan untuk memeriksa kadar anibiotika dalam bahan makanan sebagai bahan pengawet (Ramona dkk., 2007).




F. PRINSIP UJI POTENSI ANTIBIOTIK

    DAN POTENSI DESINFEKTAN ( KOEFISIEN FENOL )

Prinsip penggunaan antibiotik didasarkan pada dua pertimbangan utama, yaitu (6) :
1.    Penyebab infeksi
     Pemberian antibiotik yang paling ideal adalah berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan kuman. Namun dalam praktek sehari-hari, tidak melakukan pemeriksaan mikro-biologis untuk setiap pasien yang dicurigai menderita suatu infeksi. Di samping itu, untuk infeksi berat yang memerlukan penanganan segera dimulai setelah pengambilan sampel bahan biologik untuk biakan dan pemeriksaan kepekaan kuman. Pemberian antibiotik tanpa pemeriksaan mikrobiologis dapat didasarkan pada educated guess. 
2.    Faktor pasien
     Diantara faktor pasien yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik antara lain fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi (status imunologis), daya tahan terhadap obat, beratnya infeksi, usia, untuk wanita apakah sedang hamil atau menyusui, dan lain-lain.
            Resistensi sel mikroba ialah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oelh antimikroba. Sifat ini dapat merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan hidup.
            Pemberian antibiotik yang paling ideal adalah berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan kuman. Namun dalam praktek sehari-hari, tidak mungkin melakukan pemeriksaan mikrobiologis untuk pasien yang dicurigai menderita suatu infeksi berat yang memerlukan penanganan segera dimulai setelah pengambilan sampel bahan biologik untuk biakan dan pemeriksaan kepekaan kuman.



DAFTAR PUSTAKA


Di akses pada tanggal 27 juli 2013